Oleh: Setijadi | Chairman at Supply Chain Indonesia
Review terhadap Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Sislognas)
Perpres tersebut menjadi acuan dalam perbaikan dan pengembangan sistem logistik, namun implementasinya hingga saat ini banyak menghadapi kendala, sehingga pencapaian Road Map, Tahapan Implementasi, dan Rencana Aksi tidak seperti yang telah ditetapkan.
Review terhadap Sislognas perlu dilakukan, terutama mengenai substansi, kedudukan/tingkatan regulasi, dan kelembagaan.
- Review substansi terutama berkaitan dengan arah kebijakan dan konsep yang digunakan oleh Pemerintah pada saat ini. Misalnya, Konsep Logistik Maritim dalam Sislognas berbeda dengan Konsep Tol Laut.
- Kedudukan/posisi Sislognas semestinya di atas Perpres, bahkan akan lebih efektif jika berupa Undang-Undang. Mengingat logistik yang bersifat multisektoral, sektor logistik juga diatur dalam beberapa peraturan perundangan seperti UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, UU RI No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, dan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Posisi Sislognas semestinya berupa UU, setara dengan peraturan-peraturan perundangan tersebut yang secara subtansi menjadi bagian dari sistem logistik nasional.
- Kelembagaan permanen untuk pengaturan sektor logistik sehingga koordinasi dan implementasi Sislognas menjadi lebih efektif. Kelembagaan permanen ini juga diperlukan karena ada dua Kementerian Koordinator (Kemenko) yang sangat terkait dengan sistem logistik, yaitu Kemenko Bidang Perekonomian dan Kemenko Bidang Kemaritiman.
Implementasi Regulasi
Secara umum, regulasi tentang logistik memberikan dukungan yang baik terhadap para penyedia jasa dan pelaku logistik. Namun, kekurangannya justru pada koordinasi dan implementasi di lapangan.
- Penegakan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 14 tahun 2007 tentang Kendaraan Peti Kemas di Jalan perlu terus dilanjutkan. Diperkirakan masih banyak kendaraan yang melebihi batas muatan yang berdampak terhadap kerusakan jalan dan persaingan yang tidak sehat di antara para pelaku transportasi.
- Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara. Penerapan kedua peraturan tersebut di perusahaan-perusahaan BUMN pelayanan sektor logistik sangat diperlukan, baik untuk peningkatan kualitas layanan yang dinikmati oleh pengguna layanan maupun untuk perusahaan BUMN yang bersangkutan.
Dukungan terhadap Pelaku Sektor Logistik
Dukungan berupa insentif, baik fiskal maupun non-fiskal.
Salah kebijakan yang akan mendukung sektor transportasi adalah penetapan armada transportasi barang sebagai barang investasi, sehingga tidak dikenai bunga pinjaman komersial. Diperlukan skema pendanaan yang memudahkan revitalisasi armada dengan uang muka ringan (10%), bunga murah (5%-8% dari sekitar 12% per tahun), dan jangka waktu pinjaman panjang (5-8 tahun).
- Skema pendanaan untuk revitalisasi tersebut adalah National Interest Account (NIA) melalui Penyertaan Modal Negara (PMN), sesuai dengan ruang lingkup jasa yang ditawarkan NIA, yaitu pembiayaan buyer’s credit. Revitalisasi armada akan berdampak terhadap efisiensi biaya logistik nasional, daya saing produk, dan peningkatan ekspor nasional, sehingga semestinya dapat difasilitasi dengan NIA.
- Insentif pajak, berupa pembebasan PPN dan BBN.
Pada sektor transportasi jalan, insentif perpajakan dimungkinkan diberikan untuk revitalisasi armada karena bisa dikategorikan sebagai penanaman modal prinsip atau perluasan. Armada angkutan barang termasuk dalam kriteria transportasi publik yang merupakan industri jasa yang semestinya bisa mendapatkan insentif perpajakan.