Oleh: Setijadi | Chairman at Supply Chain Indonesia
Amblasnya Jembatan Comal berdampak terhadap kegiatan transportasi, baik untuk pengangkutan penumpang maupun barang. Hambatan terhadap pengangkutan barang ini berupa peningkatan waktu dan biaya pengiriman barang. Dengan perkiraan dampak terhadap peningkatan biaya pengangkutanantara 10%-25%, maka biaya logistik terdampak akan naik antara 7%-17,5%.
Kerusakan Jembatan Comal sangat mempengaruhi proses pengiriman barang di Jalur Pantura karena ketergantungan terhadap penggunaan moda transportasi jalan yang mencapai sekitar 80% .
Peristiwa amblasnya Jembatan Comal tersebut hendaknya mendorong Pemerintah untuk mengevaluasi pengembangan sistem transportasi nasional. Ketergantungan terhadap transportasi jalan yang terlalu tinggi mengakibatkaninefisiensi karena alternatif moda kurang tersedia, baik pada kondisi normal maupun ketika terjadi kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan. Selain itu, beban anggaran negara sangat tinggi untuk pemeliharaan jalan. Ketergantungan terhadap moda transportasi jalan harus dikurangi dengan mengembangkan sistem transportasi multimoda.
Payung hukum sistem transportasi multimoda sebenarnya telah ada, yaitu: Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2011 tentang Angkutan Multimoda dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 8 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Multimoda. Kedua peraturan tersebut mengacu kepada empat undang-undang (UU) terkait, yaitu: UU No. 23/2007 tentang Perkeretaapian, UU No. 17/2008 tentang Pelayaran, UU No. 1/2009 tentang Penerbangan, dan UU No. 22 /2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Bahkan, telah ditetapkan Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 15/2010 tentang Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda Tahun 2010-2030.
Dalam mengimplementasikan sistem transportasi multimoda, Pemerintah terutama perlu melakukan perencanaan dan pembangunan jaringan prasaranamasing-masing moda secara terpadu, penyediaan prasarana trans-shipment, dan pengembangan sistem informasi.
Seperti dalam berbagai rencana dan program pembangunan lainnya, permasalahan yang sangat kritis adalah pada proses implementasi, terutama berhubungan dengan koordinasi antar lembaga/instansi terkait.
Dalam pengembangan transportasi multimoda, lembaga/instansi terkait terutama Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Di Kementerian Perhubungan, kewenangan dalam pengembangan transportasi multimoda terbagi di beberapa Direktorat Jenderal (Ditjen) sesuai dengan jenis moda, yaitu Ditjen Perhubungan Darat, Ditjen Perkeretaapian, Ditjen Perhubungan Laut, dan Ditjen Perhubungan Udara.
Pihak terkait lainnya adalah Ditjen Bea Cukai (Kementerian Keuangan), Badan Karantina (Kementerian Pertanian), dan pemerintah daerah setempat, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. BUMN terkait antara lain Pelindo I-IV dan PT Kereta Api Indonesia.
Pengalaman selama ini menunjukkan sulitnya memadukan program kerja antar lembaga/instansi atau antara pusat dan daerah. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya ketidakberhasilan implementasi beberapa cetak biru, rencana induk, program kerja, hingga rencana aksi yang telah disusun. Pemerintah baru sangat diharapkan mempunyai terobosan berupa “tata kelola yang efektif dan efisien” untuk memadukan program kerja antar lembaga/instansi.