Oleh: Dr. Zaroni, CISCP., CFMP., CMILT.
Head of Consulting Division
Supply Chain Indonesia
Perbaikan sistem distribusi
Distribusi memiliki peran penting dalam pasar dan perekonomian. Pada tataran mikro, perbaikan sistem distribusi di perusahaan dilakukan dengan menerapkan manajemen logistik, khususnya operasional transportasi dan pergudangan. Dari perspektif makro atau nasional, distribusi penting untuk menjamin ketersediaan barang dan stabilitas harga. Dua hal ini berkontribusi signifikan terhadap inflasi.
Kelangkaan barang dan disparitas harga untuk barang pokok dan penting, harga satu untuk produk tertentu seperti BBM dan semen, menjadi isu penting dalam distribusi nasional. Di Indonesia, tantangan distribusi dihadapkan pada cakupan pasar atau geografi yang luas dengan densitas pasar di setiap daerah berbeda. Selain itu infrastruktur logistik seperti jalan raya, kereta api, pelabuhan, bandara, dan depo kontainer yang masih memerlukan pembangunan dan perbaikan pelayanan. Persoalan utilisasi kendaraan juga menjadi isu penting dalam efisiensi distribusi.
Perbaikan distribusi perlu dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem secara komprehensif, yang mencakup “input – proses – output”. Input dalam sistem distribusi utamanya adalah people dan resources. People utamanya adalah masalah kompetensi SDM pengelola distribusi, mulai dari manajer, supervisor, sampai operator. Untuk people di pemerintahan, mulai dari pembuat kebijakan, pengawas pelaksanaan kebijakan, dan operator layanan publik sistem distribusi. Sementara resources, mencakup teknologi, peralatan, dan infrastruktur logistik, baik di tingkat perusahaan maupun infrastruktur logistik secara nasional.
Proses adalah bagaimana input diolah dan dikonversi melalui pelaksanaan peraturan, standard operating procedure (SOP), dan manual distribusi untuk menghasilkan output berupa service level dan cost distribusi. Output adalah hasil. Hasil ini perlu ditetapkan ukuran sasaran yang harus dicapainya dalam bentuk KPI sistem distribusi. Hasil ditentukan oleh input dan proses. Oleh karena itu, output sistem distribusi merupakan lagging indicators dengan input dan proses sebagai leading indicators.
Dalam konteks sistem, setiap komponen sistem perlu distandardisasi untuk memastikan pencapaian output. Demikian pula, perbaikan sistem distrbusi dimulai dari penerapan standar di “input-process-output”.
Standardisasi merupakan pembakuan input, proses, dan output. Output adalah hasil dari suatu sistem. Sejatinya output logistik adalah service level dan cost. Setidaknya, ada dua standardisasi output logistik, yaitu penentuan key performance indicator (KPIs) dan penetapan target KPIs-nya. Pemilihan KPIs dan target KPIs mengacu pada best practice dan standar kelas dunia. KPIs service level logistik adalah order fulfillment lead time, perfect order fulfillment, delivery performance, picking accuracy, supply chain response time, production flexibility, supply chain management cost, capacity utilization, equipment utilization, order cycle time, on-time delivery, dan lain-lain.
KPIs untuk standardisasi cost adalah ROCE, cost per case, cost per vehicle, cost per kilometre, cost per pallet, average earnings per driver, maintenance costs per vehicle, cost per journey, damage repairs per vehicle, kilometres per litre per vehicle, percentage journey out of schedule, percentage of driver absent, percentage of breakdowns,
Sebagai suatu sistem, logistik merupakan layanan distribusi barang yang ditentukan oleh input dan proses. Input sistem logistik berupa sumber daya manusia (SDM), sarana, dan prasarana. Dalam konteks logistik perusahaan, SDM adalah semua orang yang bekerja untuk menjalankan aktivitas logistik. Mereka adalah sopir (driver), co-driver, kerani, supervisor transportasi, operator gudang, supervisor gudang, manajer logistik, manajer SCM, staf procurement, dan lain-lain. Di tataran pemerintahan, SDM logistik adalah para birokrat sebagai perumus kebijakan, pengawas peraturan, dan aparatur sipil negara (ASN) penyelenggara pelayanan publik di bidang logistik.
Standardisasi kompetensi SDM ini telah dilakukan melalui Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk sektor transportasi dan pergudangan. Saat ini SKKNI untuk okupasi sektor logistik adalah warehouse operator, logistics administrative officer, warehouse supervisor, freight forwarder, truck driver, dan supply chain manager. SKKNI perlu terus dikembangkan, diperbaharui, dan diperluas untuk setiap jenis okupasi di sektor transportasi dan pergudangan. Sertifikasi SDM logistik untuk menjamin bahwa aktivitas logistik dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar kompeten di bidang logistik.
Standardisasi sumber daya berupa sarana dan prasarana yang digunakan dalam sistem distribusi mencakup transportasi, pergudangan, peralatan, kontainer, dan infrastruktur logistik. Standardisasi transportasi meliputi kapasitas, dimensi, muatan, green transportation, batas minimal dan maksimal kecepatan, akses jalan, load factor kendaraan, lead time untuk transportasi dari origin dan destination setiap saluran distribusi, dan lain-lain. Penerapan kebijakan ODOL (over dimension, over load) merupakan contoh yang baik dalam standardisasi transportasi untuk menjamin keamanan dan keselamatan transportasi barang.
Penggunaan kontainer dalam muatan barang perlu diterapkan lebih luas di setiap moda transportasi. Kontainer memberikan banyak manfaat, antara lain kemudahan dalam handling di setiap proses transportasi, kecepatan handling antarmoda transportasi, dan keamanan barang.
Standardisasi load factor kendaraan penting untuk efisiensi distribusi. Penerapan konsolidasi dan sharing kapasitas truk merupakan cara untuk menaikkan load factor.
Sistem distribusi nasional perlu dibangun dan dijalankan. Sistem ini akan menghubungkan antartitik distribusi (connecting the dots). Dalam konteks distribusi nasional, titik distribusi bisa berupa pusat distribusi regional, kabupaten/kota, kecamatan, dan kelurahan/desa. Transportasi dan ICT berperan penting dalam connecting antartitik distribusi.
Jaringan transportasi untuk menghubungkan antartitik distribusi nasional dibedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu: (1) jaringan transportasi primer, (2) jaringan transportasi sekunder, dan (3) jaringan transportasi tersier.
Jaringan transportasi primer menghubungkan antarpusat distribusi regional. Jaringan transportasi sekunder menghubungkan antarpusat distribusi kabupaten/kota dengan pusat distribusi regional. Sementara pusat distribusi kecamatan atau desa terhubung dalam jaringan transportasi tersier. Lokasi titik pusat distribusi regional perlu ditetapkan dan cakupan area pelayanannya.
Model konektivitas antarpusat distribusi ini bisa menggunakan model “hub & spoke” atau “direct distribution”, dengan mempertimbangkan pada ketersediaan dan kualitas infrastruktur logistik, jarak, waktu, dan biaya. Secara umum model “hub & spoke” seharusnya lebih efisien dibandingkan dengan model “direct distribution”.
Jenis produk atau komoditas yang dikelola dalam distribusi nasional menentukan requirement infrastruktur logistik, moda transportasi, kapasitas kendaraan, handling, dan sistem pergudangannya. Komoditas perishable seperti komoditas pertanian dan perikanan memerlukan teknologi handling dan transportasi spesifik, untuk memastikan produk tersebut tetap terjaga kualitas, kebersihan, dan kandungan kemanfaatannya. Karenanya, penting untuk menentukan jenis komoditas, karakteristik, dan logistics service requirement-nya.
Aliran informasi penting untuk menentukan supply dan demand di wilayah cakupan pusat distribusi. Pemanfaatan big data akan memberikan informasi penting untuk pengelolaan distribusi yang efisien.
Penerapan standardisasi distribusi penting untuk segera dilakukan. Standardisasi distribusi akan menjadi jalan untuk mencapai efektivitas dan efisiensi sistem distribusi. Sistem distribusi berkontribusi penting dalam daya saing perusahaan dan negara. Distribusi menentukan ketersediaan dan kecepatan produk atau barang menjangkau ke pasar dan pelanggan. Distribusi yang efektif akan mampu mengatasi persoalan kelangkaan barang dan fluktuasi harga, yang berkontribusi terhadap inflasi.
Penerapan standardisasi distribusi dimulai dengan penetapan sasaran akhir atau service level dan cost distribusi. Pemerintah, asosiasi, perusahaan, dan akademisi perlu membangun sistem informasi untuk mendapatkan data pencapaian service level dan cost distribusi dari setiap sektor industri, produk atau komoditas, moda transportasi, dan lead time transportasi origin dan destination, dari titik lokasi produsen sampai ke lokasi konsumen. Selanjutnya, berdasar standardisasi service level dan cost distribusi, standardisasi input dan proses disusun. Menjadi kerja bersama untuk mewujudkannya.
19 Juli 2021
Referensi
- Kotler, Keller. Marketing Management, 15th Edition, 2016, Pearson.
- Rushton, Croucher, Baker. The Handbook of Logistics & Distribution Management, 6th edition, 2017, The Chartered Institute Logistics and Transport UK, Kogan Page.
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Standardisasi Distribusi (Bagian 2 dari 2 tulisan) (749.0 KiB, 144 hits)