Oleh: Dr. Zaroni, CISCP., CFMP.
Head of Consulting Division | Supply Chain Indonesia
Model bisnis sektor ritel mengalami perubahan besar dalam satu dekade terakhir ini. Bermula dari Amazon.com, perusahaan ritel yang dirintis oleh Jeff Bezos lebih dari 20 tahun lalu telah mendisrupsi model bisnis ritel dengan memberikan kemudahan akses bagi pelanggan untuk melakukan pemesanan barang di “Toko Amazon” dari mana pun, kapan pun, dan media apa pun dengan memberikan fleksibilitas jadwal dan lokasi pengantaran barang serta pengembalian barang dari mana pun.
Dalam transformasi model bisnis ritel, pemesanan barang tidak lagi hanya dari transaksi penjualan langsung di toko oleh walking customer, pemesanan melalui telepon atau pemesanan melalui media sosial dalam internet, seperti Facebook, Instagram, dan lain-lain. Pemesanan barang dilakukan dalam platform Omni-channel.
Model bisnis ritel telah berubah total. Konsumen yang terhubung secara digital saat ini lebih diberdayakan dan mendapat informasi yang sangat melimpah. Istilah “Omni” berarti “semua: dalam segala hal, tempat, dan lain-lain, dengan “tanpa batas”. Dalam konteks pemasaran, Omni bermakna akses konsumen ke produk dan layanan perusahaan setiap saat, setiap tempat, dan setiap media atau perangkat (anytime, anywhere, dan any devices). Pendekatan Omni-channel dalam bisnis ritel telah mengubah pengelolaan Distribution Center (DC) yang kini dikenal menjadi Fulfillment Center (FC).
Peran Distribusi dalam Supply Chain
Dalam dunia pasar sempurna (perfect market), penawaran dan permintaan barang akan selalu seimbang. Tidak ada kelebihan dan kekurangan barang di pasar. Produk yang dihasilkan langsung diserap pasar. Demikian pula bila pasar menginginkan produk, produk bisa langsung dibawa dari produsen ke lokasi pasar yang memerlukan.
Sayangnya, kondisi pasar sempurna di dunia nyata sangatlah jarang terjadi untuk tidak mengatakan tidak pernah terjadi. Di dunia nyata, kita sering menemukan ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi. Ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan. Ketika produksi barang berkurang, entah karena gagal panen, bencana alam, kapasitas produksi kurang, pasokan bahan baku terganggu, mogok buruh, dan lain-lain tetap diperlukan ketersediaan produk untuk menjamin kontinuitas pasokan. Demikian pula, bila terjadi kelebihan produksi barang, permintaan tidak cukup untuk menyerap semua produk yang dihasilkan.
Dari perspektif ekonomi mikro, kelebihan dan kekurangan produk merupakan indikasi kegagalan pasar (market failure). Kelebihan produk berakibat harga produk atau komoditas menurun sementara kekurangan produk akan berdampak pada kenaikan harga, karenanya diperlukan intervensi pasar, salah satunya adalah pendirian gudang sebagai pusat distribusi.
Contoh, peran penting gudang dalam menjaga stabilitas produk khususnya untuk barang pokok dan penting adalah Bulog. Bulog berperan dalam menjaga stabilitas harga pasar dan ketersediaan barang. Bulog melakukan pembelian beras di tingkat petani pada saat panen beras melimpah untuk disimpan dalam gudang. Ketika pasokan beras di suatu daerah menurun, Bulog mengeluarkan persediaan beras yang disimpan di gudang untuk dijual. Dalam hal ini gudang Bulog berperan sebagai gudang penyangga untuk menjamin ketahanan pangan.
Gudang merupakan fasilitas penting dalam fungsi distribusi. Ada beberapa bentuk gudang dalam fasilitas distribusi yang kita kenal, yaitu: distribution center, warehouse, cross-dock, fulfillment center, dan retail store. Fasilitas dan aktivitas operasional gudang mencakup inventory handling, storage, dan processing yang sangat penting untuk menciptakan nilai manfaat waktu dan tempat (time and place utility) dari suatu barang dalam serangkaian proses supply chain.
Dalam industri manufaktur, penyiapan bahan baku dan komponen untuk proses produksi sesuai kebutuhan pada saat diperlukan akan meningkatkan nilai waktu dan tempat dari barang tersebut. Demikian pula, produk selesai (finished goods) harus selalu tersedia kapan dan di mana pada saat dibutuhkan. Operasional distribusi akan menyingkat lead time, meningkatkan ketersediaan produk, dan penurunan biaya delivery. Secara keseluruhan, operasional distribusi diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses supply chain untuk meningkatkan keunggulan bersaing perusahaan.
Coyle dkk. (2017) menyebutkan peran distribusi dalam supply chain:
- Menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Fasilitas operasional distribusi berperan gudang cadangan untuk memenuhi penawaran dan permintaan musiman, seperti pasokan komoditas pertanian yang dipengaruhi musim panen dan permintaan musiman pada hari lebaran dan liburan sekolah.
- Melindungi dari ketidakpastian. Fasilitas distribusi diperlukan untuk menyimpan barang sebagai antisipasi kekeliruan peramalan, gangguan dalam pasokan penawaran, dan permintaan yang melonjak.
- Memanfaatkan diskon pembelian. Seringkali pemasok memberikan insentif berupa diskon untuk pembelian dalam kuantitas besar. Bila perusahaan ingin memanfaatkan diskon pembelian, maka perusahaan harus menyediakan fasilitas gudang untuk penyimpanan barang yang dibeli dalam jumlah besar.
- Memenuhi persyaratan produksi. Beberapa bahan baku harus disimpan terlebih dulu sampai umur tertentu, seperti bahan baku tembakau untuk pembuatan sigaret rokok kretek, anggur untuk pembuatan wine, dan lain-lain. Gudang diperlukan untuk menyimpan bahan baku sebelum didistribusikan ke pabrik.
- Memenuhi permintaan omni-channel. Pemenuhan pengantaran dalam transaksi order penjualan omni-channel memerlukan gudang-gudang distribusi yang mendekati dengan lokasi alamat penerima barang.
- Mencapai skala ekonomis transportasi. Biaya transportasi per unit semakin rendah manakala volume barang yang diangkut semakin besar. Gudang berperan penting dalam konsolidasi barang agar mencapai skala ekonomis dalam pengangkutan.
31 Mei 2018
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI_-_Artikel_Strategi_dan_Perencanaan_Distribusi_Bagian_1_dari_2_tulisan.pdf (744.6 KiB, 506 hits)