Oleh: Ir. Tri Achmadi, Ph.D.
Kepala Departemen Teknik Transportasi Laut | Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki potensi besar untuk menjadi poros maritim dunia. Poros maritim merupakan sebuah gagasan strategis yang diwujudkan untuk menjamin konektivitas antar pulau, perbaikan infrastruktur maritim, pengembangan industri manufaktur maritim serta ketahanan dan keamanan maritim.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo fokus pada sektor maritim Indonesia sebagai pilar perekonomian dan pertahanan bangsa Indonesia. Poros maritim diharapkan dapat memperkuat identitas negara Indonesia sebagai negara maritim, sehingga dapat meningkatkan kualitas perekonomian dan pertahanan negara.
Sebagai negara maritim, Indonesia menghadapi beberapa tantangan sebagai berikut:
1. Tantangan Geografi
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, wilayah Indonesia terdiri atas 13.487 dan 81.000 km garis pantai. Jumlah dan lokasi provinsi kepulauan Indonesia relatif banyak sehingga diperlukan konektivitas antar pulau. Tabel berikut ini menunjukkan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki wilayah perairan terluas dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia.
Dari tabel di atas terlihat bahwa Indonesia memiliki luas wilayah 5,180,053 km², dengan luas daratan 1,922,570 km² (37.11%) dan luas perairan 3,257,483 km² (62.89%). Data tersebut jelas memperlihatkan bahwa 62,89% wilayah Indonesia terdiri dari perairan.
Selain itu, terdapat delapan provinsi yang sebagian besar wilayahnya berbatasan dengan laut, yaitu: Kepulauan Riau, Bangka Belitung, NTB, NTT, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan Maluku. Di provinsi-provinsi tersebut, pembangunan sektor maritim menjadi sangat penting.
2. Tantangan Demografi
Jumlah penduduk dan piramida usia penduduk juga menjadi tantangan bagi Indonesia. Ketersebaran lokasi penduduk yang tinggal di 6.000-an pulau di Indonesia menjadi pekerjaan rumah tersendiri untuk meningkatkan pendidikan sumber daya manusia (SDM)-nya. Perlu perhatian khusus agar semua masyarakat dapat mendapatkan pendidikan yang berkualitas, paling tidak setara, sehingga di bagian Indonesia manapun memiliki SDM yang berkualitas. Harapannya adalah agar dapat membangun daerahnya masing-masing khususnya daerah perbatasan dan terluar.
Grafik di bawah ini menunjukkan data jumlah penduduk usia produktif yang bertambah besar dan jumlah tenaga kerja yang meningkat. Apabila jumlah penduduk yang bekerja lebih banyak dan jumlah lapangan kerja tidak memadai, maka akan terjadi pengganguran. Bonus demografi harus disertai dengan tingkat penddikan yang tinggi untuk menciptakan tenaga kerja ahli yang berdaya saing, khususnya dalam bidang maritim.
3. Tantangan Ekonomi Regional dan Anggaran Pemerintah
Tantangan ini dapat dilihat dari kontribusi PDB menurut wilayah berdasarkan pulau terbesar, perdagangan antar pulau (IBB dan IBT), dan keterbatasan anggaran pemerintah untuk membangun sektor maritim.
Gambar di bawah ini menunjukkan data PDRB 2015, yaitu wilayah Jawa dan Sumatera memberikan kontribusi sebesar 81,24%, sedangkan wilayah Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Papua, dan Maluku berkontribusi hanya sebesar 18,76%.
Selain berdasarkan distribusi PDRB tersebut, ketimpangan juga bisa dilihat dari pergerakan peti kemas, seperti ditunjukkan pada gambar berikut ini.
Pergerakan peti kemas di tiga pelabuhan di Jawa dan Sumatera sebesar 61%, sedangkan wilayah Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Papua, dan Maluku hanya sebesar 49%. Dari data-data ini terlihat bahwa Indonesia bagian barat berperan sebagai penopang ekonomi nasional, sedangkan wilayah timur tertinggal.
4. Tantangan Infrastruktur Maritim
Tantangan infrastruktur maritim mencakup tiga aspek, yaitu: industri manufaktur maritim (jumlah, sebaran lokasi, dan kapasitas industri galangan kapal nasional), industri pelayaran nasional (jumlah, jenis, kapasitas, dan umur armada kapal nasional), dan pelabuhan laut nasional (jumlah, kelas, dan sebaran lokasi pelabuhan laut).
Jumlah galangan kapal nasional sebanyak 250 galangan. Galangan kapal tersebut terpusat di wilayah barat Indonesia (Sumatera, Jawa, dan Kalimantan), yaitu sebesar 88% (220 galangan). Jumlah galangan di wilayah timur (Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Papua, dan Maluku) sebesar 12% (30 Galangan). Perbandingan tersebut terlalu jauh, sehingga perlu pemerataan industri manufaktur dan infrastruktur maritim.
Selain itu, ketersebaran pelabuhan laut nasional juga menjadi permasalahan. Berdasarkan data pelabuhan komersil PT Pelindo I-IV, pelabuhan komersil di wilayah Jawa, Sumatera, dan Kalimantan sebanyak 65% (46 pelabuhan), di wilayah Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Papua, dan Maluku sebanyak 35% (25 pelabuhan).
Surabaya, 2 Juni 2017
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI – Artikel Tantangan Indonesia sebagai Negara Maritim (1.0 MiB, 5,451 hits)