Oleh: Syani Fitri Wiji Lestari, S.E.
Junior Consultant | Supply Chain Indonesia
Moda kereta api (KA) merupakan salah satu moda transportasi yang mempunyai layanan angkutan penumpang dan barang. Pada hakikatnya KA merupakan salah satu moda transportasi darat yang murah, khususnya untuk pergerakan barang jarak jauh. Moda ini sesuai untuk mengangkut komoditas bahan mentah dengan volume muatan yang besar atau produk akhir yang nilai per unitnya rendah dan tidak sensitif waktu. Namun, pada kenyataannya penggunaan moda transportasi KA hingga kini belum terlalu diminati pasar. Para pengguna jasa angkutan logistik masih lebih memilih menggunakan jasa angkutan jalan (truk), karena selisih tarif yang lebih murah. Selama tarif tidak kompetitif, pengusaha tidak akan tertarik menggunakan kereta api.
Salah satu isu pembicaraan saat ini antara lain mengenai biaya angkutan jasa kereta api barang yang tidak kompetitif karena dampak dari pajak 10% yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 80 Tahun 2012, tentang Jasa Angkutan Umum di Darat dan Jasa Angkutan Umum di Air. Jasa angkutan umum yang dimaksud dalam PMK 80/2012 itu adalah jasa angkutan umum di jalan serta jasa angkutan umum kereta api penumpang dan barang. Namun, hal ini tidak berlaku untuk jasa angkutan barang kereta api yang disewa.
Meskipun banyak faktor-faktor lain yang membuat kereta api sulit bersaing antara lain, kereta api tidak bisa digunakan untuk pengiriman barang dengan sistem door-to-door service. Bahkan, kini angkutan barang hanya melalui jalur Pelabuhan Tanjung Priok – Terminal Peti Kemas Gedebage Bandung dan tidak terhubung langsung dengan terminal barang di pelabuhan atau pusat produksi.
Gambar Distribusi Moda Transportasi Barang
Sumber: Transport Infographic Indonesia – Indonesia Infrastructure Initiative (2015-2016)
Berdasarkan riset PT Kereta Api Indonesia (Persero)/KAI, pengguna angkutan barang kereta api hanya sekitar 1% dari total perjalanan distribusi logistik. Sekitar 90% didominasi angkutan jalan, kurang dari 1% angkutan udara, dan 8% angkutan laut. Hal tersebut terlihat pada gambar share moda transportasi berikut ini.
Gambar tersebut menunjukkan seberapa kecil peran KAI dalam dunia logistik,hal tersebut akibat tarif yang belum bisa bersaing. Perbandingan antara tarif kereta api dan moda angkutan darat (trucking) di Indonesia saat ini, masih cukup jauh. Untuk suatu rute tertentu, misalnya, angkutan kereta api barang mengenakan tarif sebesar Rp 6.363.760 (termasuk PPN 10%). Dengan menggunakan truk, tarifnya hanya sebesar Rp 4.250.000, sehingga para pengusaha jasa angkutan barang tentu lebih memilih menggunakan moda trucking dibandingkan kereta api meskipun risiko yang diterima akan lebih besar.
Berikut tabel perbandingan biaya dan layanan angkutan kereta api dan angkutan truk.
Komponen tarif Angkutan KA relasi Gedebage – JICT (Door-to-door 40 Feet Eksport) jarak di bawah 500 km.
Tabel di atas menunjukkan adanya selisih harga yang lumayan sangat besar antara angkutan truk dan angkutan kereta api, wajar saja apabila para pengusaha lebih memilih menggunakan jasa angkutan truk. Tidak dapat dipungkiri bahwa pertimbangan terbesar para pengusaha dalam memilih jasa angkutan adalah biaya yang murah. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan dari pemerintah untuk mempertimbangkan regulasi yang mengatur tentang komponen-komponen biaya kereta api seperti pada PMK 80/2012.
Penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap angkutan barang berbasis kereta api akan membuat biaya angkut moda transportasi berbasis rel tersebut lebih kompetitif juga dapat mendorong peningkatan penggunaan kereta api barang.
Namun, dengan melihat penggunaan KA yang hanya dapat dilakukan dari stasiun ke stasiun (poin-to-point) dan harus menggunakan feeder (misalnya trucking). Pemilik barang akan memperhitungkan keseluruhan biaya dan waktu pengangkutan dari lokasi keberangkatan sampai ke lokasi tujuan (door-to-door) dalam mengirimkan barang-barang miliknya, oleh karena itu, operator kereta api perlu melakukan integrasi agar pengangkutan barang dengan kereta api bisa door-to-door. Hal tersebut dapat diawali dengan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan trucking.
Selain itu, operator kereta api barang juga perlu menambah gerbong dalam satu rangkaian untuk efisiensi. Kapasitas kereta api barang sekitar 600-960 ton masih belum maksimal, karena keterbatasan area stasiun atau persilangan antara jalan masuk ke stasiun dan lalu lintas jalan. Kereta api barang juga perlu meningkatkan manajemen dan fasilitas untuk pengelolaan barang di stasiun (gudang, lapangan penumpukan, dan peralatan bongkar muat yang memadai).
Pemerintah juga bisa memberikan dukungan berupa peningkatan aksesibilitas antara stasiun dan titik asal atau tujuan seperti kawasan industri dan pelabuhan guna meningkatkan penggunaan kereta api dalam mengangkut barang.
Referensi: Peraturan Menteri Keuangan No. 80 Tahun 2012 tentang Jasa Angkutan Umum di Darat dan Jasa Angkutan Umum di Air.
10 Maret 2017
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Upaya Peningkatan Daya Saing Kereta Api Barang (702.2 KiB, 1,198 hits)