Oleh: Aldo Rico Geraldi, S.H., M.H.
Business Legal Section Head
PT Infokom Elektrindo (MNC Group)
Regulasi dan Peranan Bill of Lading
Kontrak yang terjalin berdasarkan asas kebebasan berkontrak menurut Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) wajib mengacu pada syarat sahnya perjanjian, khususnya syarat kecakapan dalam bentuk bill of lading. Pasal 504 KUHD menjelaskan bahwa, pengirim dapat meminta agar pengangkut mengeluarkan bill of lading tentang barang yang diterimanya untuk diangkut. Pasal 505 KUHD menegaskan bahwa nahkoda berwenang untuk mengeluarkan bill of lading terhadap barang yang diterima untuk dimuat di kapal yang dipimpinnya, kecuali jika ada orang lain yang ditugaskan untuk mengeluarkannya. Berdasarkan hal tersebut, pihak yang memiliki wewenang menerbitkan bill of lading atas permintaan pengirim adalah perusahaan pengangkutan atau pelayaran dan nahkoda kapal.
Uniform Customs and Practise for Documentary Credit No. 500 Tahun 1993, pada Pasal 32 menjelaskan bahwa bill of lading dilihat dari segi fisik barang terbagi dalam beberapa hal, antara lain yaitu foul bill of lading atau unclean bill of lading merupakan jenis bill of lading yang mengandung catatan tentang kerusakan barang atau cacat barang sebagaimana yang terkandung dalam Pasal 32 huruf b. Berdasarkan hal tersebut, maka bank akan menolak jenis bill of lading ini kecuali terdapat surat pernyataan atau jaminan dari pemilik barang atau pihak shipper untuk memberikan jaminan tidak melakukan pengklaiman. Bank akan menolak dokumen pengangkutan yang memuat klausul atau catatan yang menyatakan secara jelas kondisi barang dan/atau kemasan yang cacat kecuali secara jelas menyatakan bahwa klausul atau catatan dimaksud dapat diterima. Surat pernyataan tersebut dikenal dengan istilah letter of indemnity.
Jenis selanjutnya adalah clean bill of lading merupakan jenis bill of lading yang tidak mengandung catatan tentang keadaan fisik barang yang telah diangkut oleh perusahaan pelayaran yang mengeluarkan bill of lading tersebut. Bila pihak bank menerima jenis clean bill of lading disertai dengan letter of indemnity, maka pihak bank mengetahui bahwa keadaan barang yang akan diangkut oleh maskapai pelayaran tersebut terdapat catatan tentang keadaan fisik barang.
Bill of lading disebut sebagai perjanjian yang sifatnya unilateral atau sepihak karena menyatakan secara sepihak bahwa semua syarat yang tercantum di dalam bill of lading hanya ditentukan oleh satu pihak yaitu pengangkut dan berlaku bagi pihak-pihak lain yang terdapat didalamnya seperti shipper maupun consignee. Hal tersebut tertera dalam cassatoria clause yang terdapat dalam bill of lading yang menyatakan bahwa in accepting this bill of lading the shipper, consignee and the owners of the goods and the holder of this bill of lading, expressly accepts and agrees to all stipulation, condition, whether written, printed, stamped or incorporated on the front of back hereof.
Pihak yang menghendaki barang muatannya diangkut oleh perusahaan pelayaran harus tunduk kepada semua persyaratan bill of lading yang dibuat oleh perusahaan tersebut. Jadi untuk melindungi kepentingan para pengirim atau penerima barang dari ketentuan cassatoria clause, pada umumnya perusahaan pelayaran menunjuk hukum tertinggi atau paramount clause yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul dengan pengirim atau penerima barang. Perusahaan pelayaran samudera menunjuk hukum tertinggi yaitu International Convention for the Unification of Certain Rules of Law relating to Bills of Lading (The Hague Rules), International Agreement respecting Facilit ies to be given to Merchant Seamen for the Treatment of Venereal Diseases 1924, United Nations Convention on the Carriage of Goods by Sea (Hamburg Rules 1978), dan Carriage of Goods by Sea Act (COGSA) of 1936.
Bill of lading di dalam Hague Rules maupun hukum perdagangan yang berlaku merupakan prima facie evidence atau bukti bahwa apa yang tertulis diatasnya adalah benar. Pemilik barang dapat memakai bukti tersebut untuk mengajukan klaim terhadap pengangkut. Hague Rules juga memperkuat bukti tersebut dengan menyatakan bahwa ditangan penerima atau endorse, bill of lading sebagai pelengkap bukti bahwa shipment barang telah dilakukan, waktu dan tempat dari pengapalan, merek, jumlah, banyak, berat, apparent order, serta kondisi dari barang yang telah diketahui. Bagian empat dari COGSA 1992 menjelaskan bahwa dampak dari bill of lading merupakan bukti akhir bahwa pemilik barang memiliki hak atas barang yang diangkut sebagaimana yang telah ditandatangani dalam bill of lading. Hal tersebut dinamakan dengan conclusive evidence. Prima facie evidence masih dapat dibantah oleh pengankut bila dapat dibuktikan bahwa bill of lading tidak sesuai.
Bill of lading memilki beberapa peranan, antara lain sebagai tanda bukti penerimaan barang yang berarti dokumen bill of lading merupakan dokumen tanda bukti bahwa barang atau komoditas ekspor milik shipper atau eksportir sudah diterima diatas kapal milik perusahaan pelayaran. Dengan adanya bill of lading, pengangkut/agen/nahkoda mengakui bahwa ia telah menerima barang dari pengirim untuk diangkut dengan kapal yang bersangkutan. Selain itu, sebagai surat perjanjian pengangkutan atau contract of carriage yang berarti dokumen bill of lading merupakan dokumen perjanjian yang menyatakan bahwa pihak perusahaan pelayaran telah ditunjuk sebagai shipper untuk mengangkut barang atau komoditas ekspor miliknya ke pelabuhan tujuan atau sebagai bukti perjanjian pengangkutan yang memuat syarat-syarat pengangkutan.
Peranan bill of lading lainnya adalah sebagai tanda bukti hak milik yang berarti dokumen bill of lading merupakan dokumen hak milik yang diperoleh oleh perusahaan pelayaran atas barang atau komoditas dari shipper selama dalam proses pengangkutan. Dengan memiliki bill of lading berarti sekaligus memiliki barang yang tersebut didalamnya. Setiap pemegang bill of lading berhak menuntut penyerahan barang tersebut di dalam kapal dimana barang tersebut berada. Selain itu, bill of lading memiliki peran sebagai tanda bukti pembayaran yang berarti dokumen bill of lading merupakan dokumen pembayaran atau kwitansi pembayaran yang dilakukan oleh shipper atas jasa dari pengangkutan komoditas ekspornya yang dilakukan oleh perusahaan pelayaran.
Pada bill of lading dinyatakan bahwa biaya pengangkutan dibayar lebih dahulu di pelabuhan muatan atau freight prepaid oleh pengirim atau dibayar kemudian di pelabuhan tujuan atau freight to be collected oleh penerima. Bill of lading juga memiliki peranan sebagai pelindung barang yang diangkut dengan kapal yang bersangkutan karena merupakan persetujuan yang mengikat pengangkut, pengirim, dan penerima sehingga barang dilindungi dari perbuatan sewenang-wenang dan tidak bertanggung jawab yang dilakukan oleh pengangkut.
17 Maret 2021
Referensi:
- Carriage of Goods by Sea Act (COGSA) of 1936.
- International Convention for the Unification of Certain Rules of Law relating to Bills of Lading (The Hague Rules).
- International Agreement respecting Facilities to be given to Merchant Seamen for the Treatment of Venereal Diseases 1924.
- Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
- United Nations Convention on the Carriage of Goods by Sea (Hamburg Rules 1978).
- Uniform Customs and Practices for Documentary Credit (UCPDC).
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI- Artikel Urgensi Bill of Lading dan Shipping Instruction dalam Proses Pengangkutan (Bagian 2 dari 2 tulisan) (849.9 KiB, 260 hits)