Oleh: Setijadi | Chairman at Supply Chain Indonesia
1. Supply Chain Indonesia (SCI) menilai bahwa persoalan ketersediaan dan fluktuasi harga komoditas pangan tertentu, misalnya daging sapi yang terjadi pada saat ini, disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu ketergantungan terhadap komoditas tertentu, struktur rantai pasok, dan konektivitas.
Masyarakat sangat tergantung terhadap komoditas sapi, walaupun terdapat komoditas alternatif seperti ikan. Komoditas tertentu tersebut berada dalam rantai pasok yang panjang dengan struktur yang tidak tertata baik, sehingga peranan dan keuntungan tidak terbagi secara proporsional di antara para pelaku, serta mempersulit pengawasan dan pengendaliannya.
Perbaikan struktur rantai pasok untuk daging sapi, misalnya, perlu dilakukan pada semua tingkatan. Pada tingkat produksi, misalnya, lebih dari 90% sapi di tangan para peternak kecil dengan jumlah sapi sangat terbatas (misalnya 5 ekor per peternak) dan belum dikelola secara industrial. Selain biaya operasional pemeliharaan dan pengirimannya menjadi mahal karena tidak memenuhi skala ekonomi, pengawasan dan pengendalian oleh pemerintah menjadi sulit.
Persoalan konektivitas terjadi karena sistem logistik yang belum efisien dan terkendala terutama oleh ketersediaan infrastruktur yang belum memadai sesuai dengan karakteristik kondisi geografis Indonesia.
Persoalan konektivitas bisa dilihat dari biaya pengiriman komoditas yang tinggi. Sebagai contoh, berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, biaya pengangkutan komoditas ikan dari Ambon ke Surabaya rata-rata Rp 1.800/kg, sedangkan dari China ke Surabaya rata-rata Rp 700/kg. Contoh lainnya, biaya pengangkutan sapi dari NTB ke Jakarta 40% lebih mahal daripada dari Australia, sedangkan biaya pengiriman daging sapi dari NTT hampir 4 kali lipat dibandingkan dari Australia.
Apabila rantai pasok komoditas tidak dibenahi, bisa terjadi ancaman terhadap ketersediaan dan daya saing komoditas lokal, sehingga akan mengganggu ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.
2. Operasi pasar dan impor merupakan solusi jangka pendek yang tidak bisa memecahkan persoalan pangan secara substansial. Keduanya berpotensi merugikan sebagian pelaku dan tidak memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan seperti yang diamanatkan dalam UU UU 18/2012 tentang Pangan.
3. Saat ini merupakan momentum tepat perencanaan penyelenggaraan pangan melalui perbaikan rantai pasok dengan mengacu kepada UU Pangan. Penyelenggaraan pangan harus dilakukan secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan.
Pemerintah sendiri telah menetapkan Perpres 71/2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting yang antara lain menyebutkan bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mengendalikan Ketersediaan Barang Kebutuhan Pokok dan/atau Barang Penting di seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jumlah yang memadai, mutu yang baik, dan harga yang terjangkau.
4. SCI merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut:
- Diversifikasi pangan melalui perencanaan dan pengembangan komoditas-komoditas pangan alternatif.
- Penyusunan rantai pasok komoditas dari tingkat produksi hingga tingkat konsumsi secara menyeluruh (end-to-end supply chain)
- Penyusunan peraturan pelaksanaan UU Pangan.
- Pengembangan sinergi antar kementerian dan lembaga, serta antara pemerintah pusat dan pemerintah-pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pangan.
- Peningkatan konektivitas dan kelancaran arus barang dengan pengembangan infrastruktur logistik berbasis komoditas.
- Pemantauan dan pengawasan rantai pasok pada tahap produksi, distribusi, dan pemasaran, mencakup ketersediaan pasokan dan harga, dengan mengembangkan sistem informasi komoditas secara nasional.
- Pemantauan pergerakan komoditas dengan memanfaatkan jembatan timbang.
5. Salah satu kementerian yang sedang mengembangkan sistem logistik berbasis komoditas adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) dengan tujuan meningkatkan kapasitas dan stabilitas sistem produksi perikanan hulu-hilir, pengendalian disparitas harga, serta untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri
Hasil SLIN berupa peningkatan ketersediaan ikan yang berkualitas dengan harga terjangkau akan mendorong ikan menjadi komoditas pilihan, sehingga mengurangi ketergantungan terhadap komoditas lainnya, seperti daging sapi.
20 Juni 2016
Download Catatan ini:
Catatan_SCI_-_Mendesak_Perbaikan_Struktur_Rantai_Pasok_Pangan.pdf (514.7 KiB, 195 hits)