Oleh: Shafira Octaviani
Junior Consultant
Supply Chain Indonesia
Ekspor dan impor merupakan kegiatan yang sangat penting bagi sebuah negara. Dari kegiatan ekspor dan impor sebuah negara akan memperoleh pendapatan. Namun, saat ini seluruh dunia sedang dihadapkan dengan pandemi Covid-19 yang terus meluas. Pandemi ini berdampak pada banyak sektor, termasuk perekonomian negara. Banyak negara memberlakukan lockdown yang mempengaruhi kegiatan ekspor dan impor.
Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), pandemi Covid-19 ini juga berdampak terhadap impor migas dan non migas Indonesia pada periode Januari hingga Juni 2020. Pada kurun waktu tersebut kegiatan impor khususnya non migas mengalami fluktuasi, seperti ditunjukkan pada grafik berikut ini.
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa impor untuk migas jauh lebih kecil dibandingkan dengan impor untuk non migas. Hal tersebut dapat terjadi karena impor migas terdiri dari minyak mentah, hasil minyak, dan gas. Ketiga bahan tersebut adalah sumber daya alam yang jumlahnya sangat terbatas, sehingga jumlah yang diimpor tidak terlalu besar.
Pada grafik terlihat ada penurunan dan peningkatan untuk impor non migas di tahun 2020. Jika dibandingkan dengan tahun 2019, nilai impor tahun 2019 cenderung lebih stabil dibandingkan dengan tahun 2020. Impor migas tertinggi ada pada November 2019 dengan nilai USD2.134,4 juta dan terendah pada Mei 2020 sebesar USD657,5 juta. Untuk non migas nilai tertinggi ada pada Juli 2019 dengan nilai USD13.770,4 juta dan nilai terendah pada Mei 2020 dengan nilai USD7.781,1 juta.
Bila dibandingkan antara impor migas dan non migas, impor migas tidak mengalami peningkatan atau penurunan yang signifikan. Jika dibandingkan rata-rata nilai impor dari Juni 2019 hingga Desember 2019 diperoleh rata-rata sebesar USD12.478,1 juta, sedangkan rata-rata nilai impor dari Januari 2020 hingga Juni 2020 sebesar USD10.562,15 juta. Selisih rata-rata nilai impor adalah sebesar 8,32% yang menunjukkan penurunan dari periode tahun 2019 ke periode tahun 2020.
Ketidakstabilan nilai impor pada Januari 2020 hingga Juni 2020 diakibatkan adanya pandemi Covid-19. Pada Desember 2019 nilai impor sebesar USD12.373,6 juta, sedangkan pada bulan Januari 2020 nilai impor mengalami sedikit penurunan. Penurunan paling besar dialami pada Februari 2020 dan Mei 2020. Pada Februari 2020 penurunan terjadi karena mulai banyak negara yang mengonfirmasi bahwa warga negaranya terinfeksi Covid-19, sehingga kegiatan impor maupun ekspor dibatasi. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi risiko penyebaran virus Covid-19.
Berdasarkan data BPS di atas, distribusi persentase nilai impor Indonesia pada Januari hingga Juni 2020 disumbang oleh sepuluh negara utama sebesar 71,95%. Posisi pertama ditempati oleh Tiongkok (25,89%), diikuti oleh Singapura (9,04%), Jepang (8,64%), Amerika Serikat (6,07%), Thailand (5,30%), Korea Selatan (4,75), Malaysia (4,30%), Australia (3,36%), Taiwan (2,41%), dan Jerman (2,19%).
Jika melihat impor Indonesia dalam lingkup ASEAN, impor tertinggi selama bulan Januari hingga Juni 2020 adalah dari Singapura dengan persentase sebesar 42,02% dari total impor ASEAN. Urutan berikutnya adalah Thailand (24,60%), Malaysia (19,96%), Vietnam (10,12%), dan Philipina (1,85%). Myanmar, Brunei Darussalam, Kamboja, dan Laos berkontribusi di bawah 1%.
BPS juga merilis nilai impor di sepuluh provinsi utama di Indonesia. Nilai impor tertinggi untuk Negara Indonesia mulai Januari hingga Juni 2019 ditempati oleh Provinsi DKI Jakarta dengan nilai USD42.558,4 juta. Posisi kedua ditempati oleh Jawa Timur (USD11.392,7 juta), selanjutnya diikuti oleh Jawa Tengah, Banten, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tenggara.
Selama Januari hingga Juni 2020 Provinsi DKI Jakarta masih menempati posisi pertama dengan nilai impor sebesar USD36.376,2 juta, dan berperan sebanyak 51,30% dari total impor Indonesia. Provinsi dengan nilai impor tertinggi kedua adalah Jawa Timur dengan nilai impor sebesar USD10.028,2 juta (14,14%), diikuti oleh Provinsi Kepulauan Riau sebesar USD5.386,9 juta (7,60%), Banten USD4.842,3 juta (6,83%), Jawa Tengah USD4.515,3 juta (6,37%), Sumatera Utara USD1.976,1 juta (2,79%), Kalimantan Timur USD1.006,1 juta (1,42%), Jawa Barat USD946,5 juta (1,34%), Sulawesi Tengah USD913,5 juta (1,29%), dan Sulawesi Tenggara USD783,9 juta (1,11%). Provinsi lainnya memiliki nilai impor yang berada dibawah USD750 juta.
Terdapat dua provinsi yang mengalami peningkatan nilai impor dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu Kepulauan Riau dan Sulawesi Tenggara. Provinsi lainnya mengalami penurunan nilai impor hingga Juni 2020. Perbedaan nilai impor sangat terlihat jelas pada Provinsi DKI Jakarta, hal ini diakibatkan karena DKI Jakarta merupakan ibu kota Negara Indonesia. DKI Jakarta merupakan pusat persebaran barang-barang yang datang dari luar negeri. Selain itu, masyarakat atau penduduk ibu kota cenderung memiliki sifat yang lebih konsumtif, sehingga persebaran nilai impor di DKI Jakarta jauh lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya.
8 September 2020
Referensi:
- https://www.bps.go.id/publication/2020/09/01/d6de4def78e261409ece6edb/buletin-statistik-perdagangan-luar-negeri-impor-juni-2020.html diakases pada 1 September 2020 pukul 13.00 WIB
- https://ekonomi.bisnis.com/read/20200819/44/1280825/juli-2020-nilai-impor-migas-indonesia-hanya-us848-juta diakses pada 1 September 2020 pukul 19.30 WIB
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Impor Indonesia (775.1 KiB, 258 hits)