Oleh: Dr. Zaroni, CISCP., CFMP.
Head of Consulting Division | Supply Chain Indonesia
Logistik pangan penting dalam menyediakan pangan untuk keberlanjutan manusia di bumi. Logistik pangan akan memastikan ketersediaan pangan tepat kuantitas, kualitas, pada saat yang tepat, serta dengan harga yang terjangkau. Selain itu, logistik pangan yang efektif mampu mengurangi kelangkaan stok komoditas pangan, pengendalian harga komoditas pangan, dan meminimalkan terjadinya disparitas harga. Dua hal terakhir ini, yakni disparitas harga dan kelangkaan komoditas pangan turut memengaruhi stabilitas perekonomian.
Beberapa jenis komoditas pangan, terutama komoditas pangan pokok, seperti beras, jagung, kedelai, biji gandum, tepung terigu, gula pasir, daging sejenis lembu, daging ayam, ikan, mentega, minyak goreng, susu, bawang merah, bawang putih, kelapa, kelapa sawit, lada, teh, kopi, cengkeh, kakao, cabai (segar, kering, dan bubuk), tembakau, ubi kayu, dan kentang, menjadi perhatian serius pemerintah dalam menjamin ketersediaannya di pasar. Umumnya, komoditas pangan tersebut masih diimpor.
Sistem logistik pangan di Indonesia masih lemah. Pemerintah pun mengakui hal ini. Indikator bahwa sistem logistik pangan kita masih lemah adalah masih terjadinya kelangkaan komoditas jenis pangan tertentu di suatu daerah dan adanya disparitas harga untuk beberapa jenis komoditas antardaerah. Selain itu, beberapa permasalahan logistik pangan masih ditemukan seperti penyusutan atau penurunan kualitas pangan karena pengelolaan logistik yang masih buruk, biaya logistik yang cukup tinggi, dan harga pangan pada tingkat eceran atau ritel yang relatif mahal.
Banyak faktor yang memengaruhi sistem logistik pangan yang lemah ini. Tidak hanya penyediaan infrastruktur logistik seperti gudang penyimpanan dan transportasi barang untuk mengangkut komoditas pangan saja, sistem logistik pangan atau rantai pasokan pangan (food supply chain) sangatlah kompleks. Ia melibatkan banyak aktor, seperti produsen (umumnya sektor pertanian), pengolah pangan (food processor atau food manufacturing), distributor dan pengecer, sektor hospitality (hotel, restauran, dan sejenisnya), dan konsumen akhir (consumer).
Sumber utama pangan umumnya dihasilkan dari sektor pertanian, termasuk di dalamnya sektor perikanan, kelautan, dan perkebunan. Kompleksitas rantai pasokan dan logistik pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
- Sektor pertanian sebagai produsen pangan;
- Pemerintah;
- Pengolahan;
- Kualitas;
- Pasar dan konsumen;
- Kebijakan dan peraturan pemerintah daerah atau lokal;
- Perusahaan logistik.
Setiap faktor tersebut berkontribusi terhadap rantai pasokan dan logistik pangan. Sebagai contoh, sektor pertanian yang merupakan produsen pangan sangat rentan dengan faktor cuaca, lingkungan, dan kualitas hasil panen. Sektor pertanian menghasilkan bahan pokok pangan, seperti beras, kedelai, jagung, gandum, dan lain-lain. Komoditas pangan tersebut sebagian dibeli dan dikonsumsi oleh konsumen sektor rumah tangga (consumer). Sebagiannya lagi menjadi bahan baku (raw material) produk pangan olahan (food manufacturing). Pasokan yang kontinu dengan ukuran dan kualitas standar menjadi tantangan dalam logistik pangan.
Sistem rantai pasokan dan logistik pangan harus mampu menjaga keseimbangan demand dan supply pangan, mulai dari produser pangan, manufaktur, distributor, pengecer, sampai konsumen akhir, melalui pengelolaan sistem informasi, aliran barang, dan aliran kas, dari hulu ke hilir, dan sebaliknya.
Logistik berperan penting dalam kelancaran pergerakan komoditas pangan ini, dari produsen hingga ke titik akhir konsumsi. Untuk menjamin kelancaran pergerakan komoditas ini, infrastruktur dan fasilitas logistik diperlukan. Bentuknya dapat berupa gudang, peralatan, depo, terminal, kendaraan, jaringan telekomunikasi dan internet, perbankan, dan lain-lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa operasional, fasilitas, dan infrastruktur logistik pangan disesuaikan dengan jenis komoditas pangan. Dalam operasional logistik, berlaku kaidah “setiap jenis komoditas atau produk memerlukan pengelolaan dan layanan logistik yang berbeda”. Meminjam istilah dalam akuntasi biaya, “different cost for different purposes”. Dalam logistik, kita pun bisa menyebutnya, “different logistics service for different food”.
Oleh karena itu, bila sistem logistik pangan kita masih lemah, banyak perbaikan yang harus dilakukan. Mulai dari sektor atau aktor dalam rantai pasokan pangan, peran pemerintah, perusahaan logistik, dan perbaikan fasilitas pendukungnya.
Sesungguhnya logistik pangan telah menjadi isu penting dalam sistem logistik nasional. Pada sistem logistik nasional, pemerintah telah mengidentifikasi faktor-faktor penggerak logistik nasional, antara lain penetapan komoditas penting.
Persoalannya, bagaimana sistem logistik nasional yang telah ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2012 mampu diterapkan secara efektif untuk meningkatkan sistem logistik nasional, utamanya logistik pangan?
Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah, khususnya Kementerian Koordinator Perekonomian, agar sistem logistik nasional tersebut dapat dijalankan secara efektif dalam mendorong peningkatan kinerja logistik pangan.
Pertama, penyediaan sistem informasi demand dan supply setiap jenis komoditas pangan. Bisa dimulai dari jenis komoditas pangan pokok, seperti beras, jagung, kedelai, ikan, daging, dan lain-lain. Informasi digerakkan dari sisi permintaan (demand side). Pemerintah melalui perangkatnya, seperti dinas pemerintahan dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perlu melakukan pendataan dan pembaharuan informasi apa dan berapa sebenarnya kebutuhan konsumsi dari sektor konsumen terhadap komoditas pangan. Informasi permintaan kebutuhan komoditas pangan ini dapat dikembangkan untuk setiap jenis komoditas, per wilayah pasar, dan per sektor konsumen.
Dari informasi permintaan ini selanjutnya menjadi dasar dalam perencanaan dan pemenuhan kebutuhan komoditas pangan. Dalam ilmu supply chain management, ini yang disebut dengan consumer-driven value chains. Melalui sistem informasi permintaan konsumsi pangan, selanjutnya digunakan produsen pangan dalam melakukan pembibitan, penanaman, pengolahan, dan distribusi pangan sesuai kebutuhan konsumen.
Meski demikian, karena karakteristik komoditas pangan yang tidak dapat dihasilkan setiap waktu, penyediaan pergudangan pangan menjadi penting sebagai buffer stock. Berapa banyak buffer stock komoditas pangan ini bergantung pada demand dan lead time pemenuhan pasokan komoditas pangan.
Kedua, pemerintah perlu melakukan pemetaan dan studi komprehensif potensi dan karakteristik suatu daerah dalam menghasilkan komoditas pangan unggulan tertentu. Selain itu, ketergantungan (dependency) antardaerah dalam supply dan demand komoditas pangan perlu “diciptakan”. Tujuannya adalah untuk mendorong adanya aliran barang antardaerah karena ada pertukaran komoditas pangan. Akibatnya, operasional transportasi barang akan semakin efisien, karena truk akan selalu terutilisasi secara optimal. Berangkat dan balik akan selalu terisi muatanbarang.
Ketiga, mendorong kolaborasi antarperusahaan logistik untuk menyediakan layanan logistik yang efisien dan lancar (seamless). Persoalan ketidaklancaran distribusi komoditas pangan ke daerah tertentu dan tingginya biaya distribusi pangan merupakan indikasi logistik pangan yang tidak efisien. Pemerintah perlu mendorong adanya kolaborasi secara alamiah bagi para perusahaan logistik.
Berbagi kapasitas kendaraan, gudang, dan fasilitas logistik lainnya di antara perusahaan logistik untuk mengoptimalkan kapasitas fasilitas dan infrastruktur logistik agar tercapai biaya logistik yang paling efisien. Pemberian insentif berupa penurunan pajak bagi perusahaan logistik yang melakukan kolaborasi merupakan salah satu bentuk kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah.
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Jalan Panjang Logistik Pangan di Indonesia (Bagian 1 dari 2 tulisan) (786.1 KiB, 0 hits)