Oleh: Setijadi
Logistik
Logistik berkaitan dengan proses penyimpanan dan pengiriman barang dari suatu lokasi ke lokasi yang lain. Logistik atau manajemen logistik semakin dipahami sebagai hal yang sangat penting. Berbagai persoalan seringkali muncul karena pengelolaan logistik yang kurang tepat, baik di tingkat perusahaan (swasta) maupun negara (publik).
Logistik dapat dibedakan atas tiga komponen utama, yaitu persediaan, pergudangan, dan transportasi/distribusi.
Berkaitan dengan persediaan, misalnya, pengelolaan yang kurang tepat akan mengakibatkan jumlah persediaan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah yang akan berdampak terhadap biaya atau risiko tertentu. Jumlah persediaan yang tinggi memang memberikan beberapa keuntungan, seperti jaminan terpenuhinya pasokan untuk kegiatan produksi atau pemenuhan permintaan pelanggan. Namun, konsekuensi dari tingkat persediaan yang tinggi adalah biaya besar yang harus ditanggung, baik biaya modal maupun biaya risiko persediaan akibat kehilangan, kerusakan, dan keusangan.
Dengan jumlah atau tingkat persediaan yang rendah, berarti biaya modal yang dikeluarkan juga rendah. Namun, jumlah atau tingkat persediaan yang rendah berdampak terhadap jaminan pasokan yang rendah untuk produksi dan pemenuhan permintaan pelanggan. Apabila produksi dan pemenuhan permintaan pelanggan terganggu, maka terjadi kehilangan peluang penjualan hingga kehilangan pelanggan.
Di tingkat negara, pengelolaan logistik yang tidak tepat akan berdampak lebih besar. Dampaknya bisa berupa kelangkaan stok suatu komoditas yang mengakibatkan kenaikan harga yang tinggi dan meningkatnya inflasi. Dampak lainnya yang bisa diakibatkan oleh masalah infrastruktur logistik adalah disparitas harga karena kendala dalam distribusi suatu komoditas.
Kondisi Logistik Nasional
Sektor logistik Indonesia masih belum bisa memberikan dukungan yang baik bagi pertumbuhan industri dan ekonomi. Berbagai kondisi di lapangan menunjukkan berbagai persoalan dalam operasionalisasi logistik yang berakibat terhambatnya aliran barang, seperti hambatan dan kemacetan akibat kerusakan jalan, antrian di pelabuhan dan jembatan penyeberangan, praktik pungutan liar, dan lain-lain. Secara keseluruhan hal-hal di atas berakibat terhadap biaya logistik Indonesia yang tinggi.
Kondisi sektor logistik Indonesia yang buruk juga bisa dilihat dari beberapa indikator yang dikeluarkan oleh beberapa lembaga dunia, seperti Logistic Performance Index (LPI) yang dikeluarkan oleh Bank Dunia. Pada tahun 2007 Indonesia berada pada rangking ke-43 dari 150 negara, sedangkan pada tahun 2009 peringkat Indonesia merosot ke peringkat 75 dari 155 negara. LPI Indonesia kemudian menunjukkan peningkatan dari posisi tersebut menjadi posisi 59 di tahun 2012. Namun peringkat Indonesia tersebut masih di bawah negara-negara ASEAN lainnya, seperti: Singapore, Malaysia, Thailand, Philippines, dan Vietnam. Posisi ini mencerminkan masih lemahnya kinerja sektor logistik Indonesia di dunia global, bahkan di antara negara-negara ASEAN tersebut.
Pengembangan Sistem Logistik Nasional
Dalam upaya untuk menata dan mengembangkan sistem logistik Indonesia, telah ditetapkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional. Cetak Biru tersebut berfungsi sebagai acuan bagi menteri, pimpinan lembaga non kementerian, gubernur, dan bupati/walikota dalam rangka penyusunan kebijakan dan rencana kerja yang terkait pengembangan Sistem Logistik Nasional di bidang tugas masing-masing, yang dituangkan dalam dokumen rencana strategis masing-masing kementerian/lembaga pemerintah non kementerian dan pemerintah daerah sebagai bagian dari dokumen perencanaan pembangunan.
Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional terdiri dari 6 (enam) bagian, meliputi:
a. Pendahuluan;
b. Perkembangan dan Permasalahan Logistik Nasional;
c. Kondisi yang Diharapkan dan Tantangannya;
d. Strategi dan Program;
e. Peta Panduan (Road Map) dan Rencana Aksi; dan
f. Penutup dan Tindak Lanjut.
Dalam Cetak Biru telah diidentifikasikan perkembangan dan permasalahan logistik nasional. Permasalahan logistik nasional antara lain mencakup permasalahan komoditas, infrastruktur logistik, teknologi informasi dan komunikasi, pelaku dan penyedia jasa logistik, sumber daya manusia, regulasi dan kebijakan, serta kelembagaan.
Adapun Visi, Misi, dan Tujuan Sistem Logistik Nasional adalah sebagai berikut:
Visi Logistik Indonesia 2025: “Terwujudnya Sistem Logistik yang terintegrasi secara lokal, terhubung secara global untuk meningkatkan daya saing nasional dan kesejahteraan rakyat (locally integrated, globally connected for national competitiveness and social welfare)”
Misi
a. Memperlancar arus barang secara efektif dan efisien untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dan peningkatan daya saing produk nasional di pasar domestik, regional, dan global.
b. Membangun simpul-simpul logistik nasional dan konektivitasnya mulai dari pedesaan, perkotaan, antar wilayah dan antar pulau sampai dengan hub pelabuhan internasional melalui kolaborasi antar pemangku kepentingan.
Tujuan
Sesuai dengan visi dan misi di atas secara umum tujuan yang ingin dicapai dalam membangun dan mengembangkan Sistem Logistik Nasional adalah mewujudkan sistem logistik yang terintegrasi, efektif dan efisien untuk meningkatkan daya saing nasional di pasar regional dan global, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara lebih spesifik tujuan tersebut adalah:
a. Menurunkan biaya logistik, memperlancar arus barang, dan meningkatkan pelayanan logistik sehingga meningkatkan daya saing produk nasional di pasar global dan pasar domestik;
b. Menjamin ketersediaan komoditas pokok dan strategis di seluruh wilayah Indonesia dengan harga yang terjangkau sehingga mendorong pencapaian masyarakat adil dan makmur, dan memperkokoh kedaulatan dan keutuhan NKRI;
c. Mempersiapkan diri untuk menghadapi integrasi jasa logistik ASEAN pada tahun 2013 sebagai bagian dari pasar tunggal ASEAN tahun 2015 dan integrasi pasar global pada tahun 2020.