Pada bulan Mei 2008 Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Pelayaran No. 17 tahun 2008 (UU No. 17/2008) sebagai pengganti dari Undang- Undang Nomor 21 Tahun 1992. Undang-Undang ini berisi berbagai ketentuan yang terkait dengan kelautan seperti pelayaran, navigasi, perlindungan lingkungan, kesejahteraan pelaut, kecelakaan maritim, pengembangan sumber daya manusia, keterlibatan masyarakat, penciptaan penjaga pantai, dan sebagainya.
UU No. 17/2008 mengamanatkan bahwa Indonesia harus mengembangkan sistem kepelabuhanan yang efisien, kompetitif dan responsif. Untuk itu perlu adanya perubahan paradigma dalam penatalaksanaan dan pengoperasian pelabuhan di Indonesia.
Ketentuan-ketentuan tersebut dimaksudkan untuk terciptanya lingkungan layanan pelabuhan yang kompetitif di Indonesia. Indonesia mempunyai peran strategis pada jalur perdagangan dunia dengan wilayah laut yang tiga kali lebih luas dari daratannya. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia sangat bergantung pada lebih dari 1.700 pelabuhan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Sejak tahun 2009 sampai dengan 2020, PDB Indonesia diproyeksikan akan tumbuh rata-rata 6,5 persen. Pada tahun 2020, aliran peti kemas akan mencapai lebih dari dua kali lipat dari volume tahun 2009 dan akan naik dua kali lipat lagi pada tahun 2030.
Langkah-langkah menyambut tantangan di atas memang sudah disiapkan, baik oleh pemerintah maupun pihak pelabuhan. PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau lebih dikenal IPC telah melakukan berbagai langkah pengembangan korporasi sesuai dengan standar international. IPC sejak tahun 2012 lalu telah mengakselerasi perubahan penanganan bisnis. Jika sebelumnya, perusahaan bekerja secara regional base, berubah menjadibusiness base. Pelindo II melakukan pembentukan anak-anak perusahaan yang lebih fokus dan optimal dalam menangani masing-masing line business.
Dari sisi hard infrastructure, IPC melakukan pembenahan berbagai fasilitas pelabuhan serta peralatan handlingkontainer. Penempatan teknologi modern berupa Gantry Hib Crane, QCC Twin, dan RMCG di Pelabuhan Panjang, Pontianak, Teluk Bayur, Pangkal Balam, dan Palembang. IPC juga melakukan optimalisasi dan konfigurasi lahan serta pembangunan terminal NewPriok (Annual Report 2011).
IPC pada tahun ini pun siap mengoperasikan sistem Indonesia Logistics Community Service (ILCS) dan sistem Pendulum Nusantara. Melalui ILC ini, proses bisnis akan lebih sederhana, sehingga diharapkan mampu mendorong produktivitas sebesar 30-60%, yang berdampak pada penurunan waktu tunggu (dwelling time) sehingga dapat meningkatkan daya saing Indonesia dalam industri kepelabuhan dunia. Jika waktu tunggu barang rata rata 6,3 hari, tahun ini targetnya menjadi 4 hari saja.
Dengan percepatan dwelling time ini akan meningkatkan daya saing pelabuhan Indonesia dan target biaya logistik 10% bisa tercapai dengan memberikan pelayanan yang semakin baik seperti, keberlangsungan informasi antara satu pelabuhan dengan pelabuhan lainnya, kemudahan penyerahan data yang lengkap dan terkini melalui e-logistic, transaksi yang aman dan efisien, serta akses data yang tersentralisasi dan transparan.
Program ini akan berjalan berdampingan dengan Indonesia National Single Window (INSW) untuk secara bersama-sama memperbaiki kualitas sektor logistik Indonesia. katanya. Seperti diketahui, sejak Juli 2012 lalu, IPC telah ujicoba menerapkan inaportnet yang mendukung INSW sebagai upaya meningkatan pelayanan dan memangkas biaya logistik nasional. Sistem ini sangat mengutungkan penguna jasa karena bisa mempercepat pelayanan dan menghemat waktu tunggu kapal hinggal 15%. Penerapan inaportnet akan mempercepat implementasi NSW di Indonesia dan mendorong kelancaran arus barang serta kinerja pelayanan ekspor/impor. Lebih jauh ke depan, sistem ini menjadi salah satu persiapan Indonesia menuju ASEAN Single Window (ASW).
Tahun 2012 lalu, IPC membentuk lima anak perusahaan baru dan pada tahun 2013 berencana membentuk lima anak perusahaan lagi (Annual Report 2011). IPC diharapkan menjadi entitas operator terminal yang dapat memberikan pelayanan operasional yang lebih baik, sehingga pada akhirnya IPC mampu memberikan end to end port solutionkepada para pengguna jasa.
Pembentukan anak-anak perusahaan Pelindo II sebagai ekspansi bisnis Pelindo II yang ingin memberikan end to end port solution dapat berdampak pada kelangsungan usaha perusahaan-perusahaan penyedia jasa sektor logistik kepelabuhanan yang selama ini sudah lama memberikan jasa pelayanan logistik kepelabuhanan. Masuknya Pelindo II di bisnis yang selama ini sudah dijalani perusahaan-perusahaan swasta akan menimbulkan persaingan langsung (head-on) antara perusahaan-perusahaan swasta dengan BUMN. Dikhawatirkan dengan kekuatannya yang didukung Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 yang melegalkan tindakan Pelindo II tersebut, persaingan usaha di sektor logistik kepelabuhanan menjadi tidak sehat yang dapat mengancam eksistensi pebisnis swasta.
Pelabuhan berperan besar dalam mendukung distribusi barang dalam jumlah besar dengan biaya yang lebih efisien. Modernisasi pelabuhan sesuai standar internasional akan menjadikan Indonesia memiliki kekuatan pelabuhan yang dapat mendorong percepatan pembangunan sistem logistik nasional yang terintegrasi untuk menyokong pertumbuhan perekonomian domestik dan kawasan regional. Layanan kepelabuhanan yang baik akan meningkatkan minat kapal-kapal besar untuk datang langsung ke pelabuhan-pelabuhan di Indonesia sehingga mengurangi biaya logistik dan mampu bersaing di tingkat regional maupun global.
PT Pelindo dan asosiasi perusahaan pelaku sektor logistik kepelabuhanan memiliki peran penting dalam kegiatan operasional kepelabuhanan. Kerja sama dan sinergi antar pelaku akan berdampak positif terhadap efisiensi biaya logistik kepelabuhanan.
Oleh: Tim SCI