Oleh: Setijadi | Chairman Supply Chain Indonesia
Pada triwulan IV-2020, angkutan laut Indonesia terkontraksi paling rendah dibandingkan beberapa moda atau angkutan lainnya. Hal ini bisa dilihat dari perbandingannya terhadap periode yang sama tahun sebelumnya (y-on-y), maupun secara kumulatif (c-to-c).
Berdasarkan analisis atas data statistik tahun 2020 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) awal Februari ini. Pada triwulan IV-2020, angkutan laut terkontraksi sebesar 1,19 persen (y-on-y); diikuti angkutan darat (3,50 persen); angkutan sungai, danau, dan penyeberangan (12,28 persen); angkutan rel (45,56 persen); dan angkutan udara (53,81 persen).
Pada periode itu, secara kumulatif (c-to-c) angkutan laut terkontraksi sebesar 4,57 persen; diikuti angkutan darat (5,34 persen); angkutan sungai, danau, dan penyeberangan (13,00 persen); angkutan rel (42,34 persen); dan angkutan udara (53,01 persen).
Namun demikian, kontribusi angkutan laut terhadap PDB tahun 2020 masih kecil, yaitu sebesar Rp 48.614,8 miliar atau 8,7 persen dari total PDB angkutan sebesar Rp 558.069 miliar.
Kontributor tertinggi terhadap PDB angkutan masih dari angkutan darat (68,3 persen) yang diikuti angkutan udara (18,8 persen). Sementara, dua angkutan lainnya memberikan kontribusi yang lebih kecil dari angkutan laut, yaitu angkutan sungai, danau, dan penyeberangan sebesar 2,8 persen dan angkutan rel sebear 1,4 persen.
Jalur Pelayaran Baru
Supply Chain Indonesia mengapresiasi pembukaan jalur-jalur pelayaran baru, seperti yang dilakukan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) yang membuka tiga rute pelayaran ferry jarak jauh (long distance ferry/LDF) pada Januari 2021. Ketiga rute itu yaitu Patimban-Panjang, Patimban-Pontianak, dan Patimban-Banjarmasin.
Selain oleh perusahaan BUMN, jalur pelayaran baru juga dibuka oleh perusahaan swasta yaitu SPIL (PT Salam Pacific Indonesia Lines) yang membuka rute langsung Jakarta-Bangka mulai 4 Februari lalu. Bangka menjadi cabang ke-42 perusahaan itu.
Dari sisi angkutan logistik, pembukaan jalur-jalur pelayaran baru itu diharapkan menjadi alternatif pengiriman barang antar wilayah di Indonesia yang dapat lebih menjamin ketersediaan stok dan mengurangi disparitas harga barang/komoditas, serta efisiensi pengiriman bahan baku dan produk industri.
Namun, diperlukan integrasi transportasi laut, proses kepelabuhanan, dan transportasi hinterland-nya. Para pengguna akan mempertimbangkan efisiensi transportasi secara end-to-end.
Berdasarkan data dari Pelni dan INSA, transportasi laut hanya berkontribusi sekitar 19 persen. Sementara biaya kepelabuhanan sekitar 31 persen dan transportasi hinterland sekitar 50 persen.
Bandung, 17 Februari 2021
Setijadi
Chairman
Supply Chain Indonesia
E-mail : setijadi@SupplyChainIndonesia.com
Download Catatan ini:
Catatan SCI - Triwulan IV-2020, Angkutan Laut Terkontraksi Terendah Hanya 1,19 Persen (969.8 KiB, 85 hits)