Oleh: Ahmad Sugiono
Wakil Ketua Umum Bidang Logistik dan Pergudangan
Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) – DKI Jakarta
Para praktisi freight forwarding saat ini sedang mengeluhkan persaingan yang mengabaikan risiko dan aturan terkait penyerahan Bill of Lading (B/L) oleh salah satu importir pelanggan yang selanjutnya ditukar dengan Delivery Order (DO) sebagai tindak lanjut dari pengeluaran barang setelah mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPBB) dari Dirjen Bea dan Cukai.
Hal ini berkaitan dengan permintaan importir untuk mengeluarkan barang, meski B/L asli belum ditangan importir ataupun B/L masih berstatus non asli juga memberitahukan bahwa di perusahaan tersebut, praktek seperti ini sudah biasa terjadi. Penyedia jasa yaitu freight forwarder yang dipakai pasti akan selalu mengikuti kebiasaan perusahan apabila tetap menginginkan order pengiriman. Namun pembeli tetap harus diyakinkan untuk tidak memberitahukan kondisi tersebut kepada penjual bahwa barang yang sudah dikeluarkan tanpa menggunakan B/L asli.
Hal tersebut mengakibatkan kondisi yang dilematis antara kebiasan yang tidak sesuai aturan dengan kebutuhan untuk mendapatkan order dan menjadi mitra perusahaan. Tulisan ini untuk memberikan gambaran singkat mengenai pentingnya melakukan mitigasi risiko terhadap penyerahan B/L dalam praktik perdagangan internasional yang menyangkut tanggung jawab pengangkut yaitu freight forwarding yang bertindak sebagai Non Vessel Operating Common Carrier (NVOCC).
Pada era persaingan usaha yang semakin ketat seperti saat ini, perusahaan freight forwarding berusaha untuk memenangkan persaingan dengan memberikan harga yang lebih murah dari pesaing dan memberikan pelayanan yang tertinggi (excellent service) terhadap seluruh pelanggan. Salah satu pelayanan yang sering diabaikan terhadap risiko perusahaan adalah kemudahan memberikan DO tanpa menggunakan B/L asli meskipun status B/L tersebut adalah asli.
B/L atau biasa disebut dengan surat muatan adalah dokumen utama muatan sebagai bukti hukum yang sah. Pada Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 506, dokumen surat muatan diistilahkan konosemen yaitu suatu surat yang bertanggal yang menerangkan bawa pengangkut telah menerima barang-barang tersebut untuk diangkut ke suatu tempat tujuan tertentu dan menyerahkannya kepada pembeli dan menerangkan tentang syarat-syarat penyerahan barang sesuai aturan yang berlaku.
Konvensi Hamburg Rules 1978 dalam Pasal 1 menyatakan bahwa B/L adalah dokumen yang membuktikan adanya perjanjian pengangkutan melalui laut dan pelaksanaan pemuatan barang-barang oleh pengangkut, serta menyerahkan dengan cara sesuai dokumen tersebut. Definisi B/L baik pada KUHD maupun menurut Konvensi Hamburg Rules, jelas ada syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum dilakukan penyerahan barang oleh pengangkut kepada penerima barang antara lain:
Pertama, terkait pemenuhan kewajiban penjual dan pembeli dan pihak lain seperti bank. Pada sistem perdagangan modern setelah penjual dan pembeli sepakat untuk melakukan kontrak penjualan dan pembelian, maka akan diikat oleh suatu kontrak jual beli yang biasa disebut dengan sales contract. Komersial kontrak ini merupakan instrumen yang biasa dipergunakan dalam suatu bisnis perdagangan untuk mengatur hak dan kewajiban yang tertuang melalui kesepakatan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih yang mengikatkan dirinya kepada satu atau lebih orang lain.
Pada kesepakatan tersebut terdapat syarat-syarat tambahan uang mencakup batas waktu penyerahan barang, metode pembayaran, syarat penyerahan barang, penetapan hukum yang diberlakukan terhadap kontrak yang ditandatangani, dan menentukan pengadilan atau sistem yurisdiksi arbitase yang akan menyelesaian klaim bila terjadi perselisihan.
Kedua, terkait pemenuhan kewajiban penjual dan pembeli kepada pihak pengangkut. Ketika penjual dan pembeli telah bersepakat untuk melakukan kontrak jual dan beli, maka barang segera dikirim melalui moda transportasi yang dipilih dalam hal ini adalah menggunakan moda transportasi laut. Sesuai dengan pemilihan term of delivery /Incoterm, maka barang diantar dan diserahkan kepada pihak pengangkut, dalam hal ini maka kewajiban penjual atau pembeli kepada pengangkut juga harus diselesaikan terlebih dahulu seperti membayar biaya origin local charges (biaya di negara asal) dan membayar freight (biaya muat). Terkait hal ini, dikenal istilah freight prepaid (telah dibayar dipelabuhan muat) dan freight collect (freight dibayar dipelabuhan tujuan).
Pada saat barang sudah diterima oleh pengangkut dan kapal dinyatakan sudah berangkat, maka terbitlah dokumen pengangkutan yang apabila menggunakan moda transportasi laut disebut dengan istilah B/L atau konosemen. Menurut fungsinya, B/L atau konosemen dalam lalu lintas perdagangan nasional maupun internasional mempunyai tiga fungsi yaitu sebagai perjanjian pengangkutan melalui laut, tanda terima barang muatan yang diangkut, dan sebagai dokumen kepemilikan atas barang yang diangkut.
Pada praktik pembayaran pada saat ini, baik instrumen L/C maupun non L/C, penjual dan atau bank melakukan kontrol barang (control of goods) untuk mendapatkan jaminan pembayaran dari pembeli. Pembayaran tersebut melalui kontrol terhadap B/L yang biasa disebut dengan istilah endorsement (pengalihan hak) dengan menerbitkan B/L asli beberapa lembar dan menganut asas Cassatoria yaitu apabila salah satu diantaranya telah dipergunakan untuk mengambi barang, maka lembaran lainnya tidak memiliki kekuatan hukum, dan dokumen tidak akan dikirim kepada pembeli apabila belum ada kepastian pembayaran. Apabila sudah disepakati bersama, maka penjual akan mengirimkan B/L asli tersebut kepada pembeli baik melalui bank yang menggunakan instrumen L/C atau menginstruksikan kepada pengangkut untuk menerbitkan dan atau menyerahkan B/L non original, baik berbentuk telex release, surrendered, seawaybill, express release, dan lain lain.
Selanjutnya bagaimana penyerahan dokumen B/L yang tepat di industri freight forwarding? Sebelum menjawab pertanyaan ini, kembali pada ketentuan KUHD RI maupun Hamburg Rules 1978 yang menyatakan bahwa barang diserahkan pengangkut kepada seseorang yang namanya tercantum pada B/L atau kepada siapa yang ditunjuk atau kepada pembawa, ketentuan tersebut dikenal dengan adaya B/L yang menyebutkan nama tertentu atau Recta B/L dan tanpa nama atau order B/L. Pada sistem perdagangan modern sering kali B/L diperjualbelikan meskipun barangnya masih dalam pelayaran di laut sehingga order B/L lebih sesuai dan mudah dialihkan daripada Recta B/L. Order B/L terdiri dari:
- Order of shipper yakni B/L yang diterbitkan kepada pengirim dan penerima barang yang sama atau shipper dan consignee adalah sama;
- Order of Consignee yakni B/L yang dapat dipindahtangankan oleh consignee atau badan hukum lain dengan membuat endorsement; dan
- Open Order (Order Blank) yakni B/L yang dapat ditukarkan oleh siapapun yang memegang atau membawa B/L dianggap sebagai pemilik yang sah dari B/L dan dengan sendirinya menjadi pemilik barang.
Jenis B/L berdasarkan penerima/beneficiary di atas, maka model penyerahan B/L asli kepada pengangkut yaitu freight forwarding harus dilakukan penanganan yang berbeda yaitu:
- Recta B/L umumnya penyerahan kepada pengangkut cukup dengan menyerahkan B/L asli dengan dibubuhi stempel dari penerima barang
- Order B/L yang harus dilakukan pengalihan hak (endorsement) dari masing-masing pihak yang tercantum sebagai penerima. Terdapat konsekuensi dan risiko apabila pihak pengangkut lalai atau sengaja tidak mematuhi aturan penyerahan B/L tersebut yaitu klaim senilai barang tersebut dari pihak penjual, perbankan atau pihak asuransi, klaim dari freight forwarding asal (origin partner) senilai barang dan pemutusan kerja sama disertai penalti dikarenakan tidak melaksanakan kontrak keagenan dengan benar, dan yang terakhir adalah hukuman pidana.
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mitigasi risiko bisnis freight forwarding terkait penyerahan B/L antara lain:
- Penyerahan B/L disesuaikan dengan nama yang tercantum di B/L
- Memberikan informasi terkait risiko yang timbul terkait B/L dan cara penelitian endorsement;
- Freight forwarding tidak diperkenankan untuk menyerahkan DO tanpa B/L asli apabila status B/L adalah asli dengan mengatasnamakan persaingan, pelayanan, serta fleksibilitas karena ada risiko besar yang bisa diperoleh apabila dinyatakan lalai atau sengaja melanggarnya.
Bagaimana jika setelah dilakukan mediasi dan edukasi kepada importir yang bersangkutan masih tidak menerima hal tersebut? Maka pilihannya antara sesuai dengan aturan dan selamat dari klaim yang mengintai atau kehilangan order. Alternatif lain, namun tidak disarankan adalah menginformasikan kebiasaan perusahaan tersebut kepada penjual, perbankan, atau asosiasi terkait agar kebiasaan tersebut tidak berlarut-larut menyalahi aturan dan menyebabkan risiko besar kepada para pemangku kepentingan lainnya.
20 April 2020
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Mitigasi Risiko Penyerahan Bill of Lading pada Industri Freight Forwarding (880.7 KiB, 226 hits)