Oleh: Tedy Herdian, S.Kom, M.M.
Senior Consultant | Supply Chain Indonesia
Perhatian serius pemerintah untuk membangun sistem logistik yang efektif dan efisien dituangkan dalam Cetak Biru Sistem Logistik Nasional (Sislognas) Tahun 2012 dan Paket Kebijakan Ekonomi XV Tahun 2017. Sistem logistik ini diharapkan mampu meningkatkan daya saing lokal ditingkat global sehingga akan tercipta peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat. Aktivitas logistik di setiap negara memiliki kesamaan namun berbeda pada setiap proses yang dilewatinya, tergantung dari budaya masyarakat, regulasi, dan teknologi. Pemahaman yang detail dan komprehensif dari setiap proses logistik perlu diketahui oleh para pemangku kepentingan, sehingga sistem logistik yang dibangun bisa terwujud menyesuaikan dengan keunikan yang ada.
Pelabuhan yang didalamnya terdapat terminal peti kemas, berusaha memberikan layanan logistik peti kemas secara maksimal. Perdagangan antar negara dengan menggunakan peti kemas terus mengalami peningkatan yang luar biasa. Berbagai negara berlomba dalam membangun terminal peti kemas modern yang dilengkapi dengan peralatan mutakhir, otomatisasi sistem, peralatan keamanan yang canggih, layanan operasional yang cepat, dan sumber daya manusia yang ahli di bidangnya. Kelancaran arus peti kemas di pelabuhan merupakan salah satu faktor pendukung berkembangnya suatu daerah yang secara langsung dapat berdampak pada perkembangan perekonomian daerah atau wilayah setempat.
Terminal peti kemas sebagai tempat transit antarmoda kapal dan truk peti kemas melakukan kegiatan operasional terminal peti kemas/container terminal operation yang terdiri dari: stevedoring, cargodoring, dan receiving/delivery. Berikut definisi dari masing-masing proses berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan Perairan:
- stevedoring adalah pekerjaan membongkar barang dari kapal ke dermaga/ tongkang/ truk atau memuat barang dari dermaga/ tongkang/ truk ke dalam kapal sampai dengan tersusun dalam palka kapal dengan menggunakan derek kapal atau derek darat;
- cargodoring adalah pekerjaan melepaskan barang dari tali/ jala-jala ( tackle) di dermaga dan mengangkut dari dermaga ke gudang/ lapangan penumpukan barang atau sebaliknya;
- Receiving/delivery adalah pekerjaan memindahkan barang dari timbunan/tempat penumpukan di gudang/ lapangan penumpukan dan menyerahkan sampai tersusun di atas kendaraan di pintu gudang/ lapangan penumpukan atau sebaliknya.
Logistik peti kemas selanjutnya melibatkan moda transportasi darat baik itu truk maupun keret api yang disebut dengan container drayage operation, dalam operasi ini truk akan melewati beberapa titik pemberhentian diantaranya: terminal peti kemas (container terminal), pabrik (factory), depo peti kemas kosong (empty container depot), dan garasi truk peti kemas (pool). Operasional truk peti kemas drayage dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok berdasarkan arahnya.
- peti kemas yang telah dikirim dari daerah atau negara lain ke terminal untuk selanjutnya dikirim ke pemilik barang atau pabrik disebut inbound; (mis: impor)
- sebaliknya, peti kemas yang harus diambil di lokasi pemilik barang dan kemudian dikirim ke terminal peti kemas untuk transportasi lebih lanjut disebut (mis: ekspor)
Alur logistik peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok dengan melewati proses container terminal operation dan container drayage operation dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Para pemangku kepentingan yang terlibat dalam alur logistik peti kemas ini diantaranya: operator terminal peti kemas, agen pelayaran, perusahaan truk, pengelola gudang penyangga (depo dan TPS), perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), perusahaan freight forwarder, dan termasuk unsur pemerintah terkait (bea cukai, karantina, dan sebagainya).
Gambar di atas mempunyai rincian proses-proses sebagai berikut:
Kegiatan bongkar kapal
- Proses Sandar kapal
- bagian perencanaan kapal membuat “berthing window” berdasarkan berthing contract dari bagian pemasaran yang merupakan gambaran layanan kapal yang dilayani dan alokasi waktunya dalam setiap minggu berdasarkan ketersediaan dermaga;
- bagian perencanaan membuat “berthing plan” untuk alokasi dermaga mengacu kepada “berthing window” dan berdasarkan data yang diterima dari “shipping line”/ perusahaan pelayaran;
- perusahaan pelayaran/ agen menginformasikan rencana kedatangan kapal kepada bagian terminal peti kemas, paling lambat 1 x 24 jam sebelum kapal tiba.
- dokumen permohonan bongkar/ muat:
- container vessel identification advice (CVIA), pemberitahuan rencana kegiatan kapal di terminal;
- edi baplie, data yang berisi informasi tentang posisi peti kemas di atas kapal;
- list container special handling;
- ship particular (data kapal);
- general stowage (gambar stowage kapal).
- bagian perencanaan membuat “berthing plan” untuk alokasi dermaga mengacu kepada “berthing window” dan berdasarkan data yang diterima dari “shipping line” atau perusahaan pelayaran;
- rapat kapal (8 jam sebelum kapal sandar), kegiatan di terminal peti kemas oleh bagian perencanaan untuk membahas urutan penyandaran kapal berdasarkan master cable dengan prioritas utama dan weekly ship’s schedule
- penentuan Estimate Time Berthing (ETB) dan Estimate Time Departure (ETD);
- posisi sandar kapal, posisi kade meter tempat sandar;
- jumlah peti kemas yang akan dibongkar/muat;
- jumlah restorage dan special cargo (bila ada);
- kesiapan dan kebutuhan lapangan penumpukan;
- kesiapan dan kebutuhan peralatan bongkar/ muat;
- penetapan waktu closing time;
- permintaan tenaga kerja bongkar muat (TKBM).
- shipping lines mendaftarkan Rencana Penyandaran Kapal dan Operasi (RPKOP) dan Rencana Kerja Bongkar Muat (RKBM) di sistem Inaportnet untuk mendapatkan ijin sandar dan pelayanan kepanduan;
- terminal selaku perusahaan bongkar muat juga menginput rencana penyandaran dan rencana kerja bongkar muat di Inaportnet berdasarkan data yang dimasukkan oleh shipping lines;
- pihak kepanduan akan melakukan pemanduandan penarikan kapal tersebut untuk dilakukan penyandaran di kade yang sudah ditentukan;
- kapal siap bongkar.
- Kegiatan bongkaran/Impor (stevedoring & cargodoring)
- setelah perencanaan kapal menerima dokumen hasil rapat kapal dan memposting data EDI/ Baplie peti kemas impor, membuat crane working program (CWP), print hasil posting profile, bay plan bongkar, dan crane working program untuk kegiatan bongkar;
- pengendalian operasi menerima copy bay plan bongkar untuk monitoring kegiatan bongkar sesuai dengan CWP;
- bagian lapangan, menerima, dan mempelajari dokumen (bayplan, crane working program/ CWP, dan profil bongkar) kemudian menyiapkan personil dan peralatan, serta menginformasikan ke pengendalian;
- operator quay container crane (QCC) melaksanakan pembongkaran peti kemas sesuai CWP dan urutan bongkar pada BP, koordinasi dengan operator assistant di kapal (solo), dan operator assistant di dermaga (whiskey). Whiskey mengecek segel dan kondisi peti kemas, membuat container damage report (CDR) bila ada kerusakan, meng-update peti kemas ke dalam sistem;
- bila ada masalah operator rubber tyred gantry (RTG) dibantu pengawas lapangan menginformasikan ke pengendalian;
- operator RTG menumpuk peti kemas dilapangan, meng-update peti kemas ke dalam sistem dengan pengawasan oleh pengendalian;
- laporan hasil kegiatan operasi per shift dan time sheet yang telah diverifikasi petugas yang berwenang diserahkan ke staf operasi untuk dibuatkan laporan hasil kerja;
- pembuatan RBM;
- pembuatan invoice
Proses Pengeluaran Peti Kemas (delivery)
- Pengeluaran peti kemas impor
- petugas gate menerima Surat Pengeluaran Peti kemas (SP-2) dan melakukan verifikasi. Bila tidak sesuai SP-2 dikembalikan ke consignee. Bila sesuai dilakukan gate in transaction, di monitor pengendalian;
- petugas lapangan memastikan kesiapan personil dan alat menginformasikan ke pengendalian. Lift on peti kemas oleh RTG operator, update ke sistem, dan di monitor pengendalian;
- gate melakukan pengecekan segel dan kondisi fisik peti kemas serta bagian atas peti kemas melalui monitor CCTV;
- truk peti kemas dapat keluar membawa peti kemas untuk dibawa ke pabrik (tempat tujuan cargo owner).
- Pengeluaran peti kemas impor karena dwelling time
- peti kemas yang menumpuk di lapangan LINI 1 melewati batas lebih dari 3 (tiga) hari, maka harus dipindahkan ke TPS lini 2;
- kegiatan ini biasa disebut, Pindah Lapangan Penumpukan (PLP) atau overbrengen
- peti kemas dapat dibawa ke TPS lini 2 setelah keluar dokumen Surat Perintah Pengeluaran Barang (SPPB);
- prosedur pengeluaran sama dengan pengeluaran peti kemas impor;
- setelah selesai pembayaran dengan TPS lini 2, maka peti kemas dapat langsung dibawa ke pabrik (tempat tujuan cargo owner).
Referensi:
- Zhang R, Yun WY, Kopfer H. 2015. Multi-size container transportation by truck: modeling and optimization. Flex Serv Manuf J 27:403–430 DOI 10.1007/s10696-013-9184-5
- Xue Z, Lin WH, Miao L, Zhang C. 2015. Local container drayage problem with tractor and trailer operating in separable mode. Flex Serv Manuf J 27:431–450 DOI 10.1007/s10696-014- 9190-2
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 20 tahun 2010 tentang Angkutan Perairan
- Terminal Peti kemas Koja, http://www.tpkkoja.co.id/profiles/standart
- Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo)
- Laporan Akhir: Penelitian Potensi Bisnis Pelabuhan di Indonesia untuk BRI (2018)
19 November 2018
*Isi artikel merupakan pemikiran penulis dan tidak selalu mencerminkan pemikiran atau pandangan resmi Supply Chain Indonesia.
Download artikel ini:
SCI - Artikel Alur Logistik Peti Kemas (Bagian 1 dari 2 tulisan) (951.6 KiB, 3,008 hits)