Oleh: Setijadi | Chairman at Supply Chain Indonesia
Kerusakan Jembatan Comal berdampak terhadap kelancaran transportasi, baik untuk penumpang maupun barang. Pengangkutan barang baru akan normal setelah pembangunan jembatan permanen yang memakan waktu sekitar 2-3 bulan. Dalam waktu tersebut, akan terjadi penambahan waktu tempuh pengangkutan barang sekitar 6 jam. Apabila terjadi kemacetan karena jalur alternatif tidak memadai, waktu tempuh akan menjadi lebih lama lagi.
Pengembangan alternatif moda transportasi di Indonesia, harus mempertimbangkan transportasi multimoda, termasuk dengan mengembangkan dan memadukan transportasi laut di dalamnya.
Pada saat ini peranan transportasi laut masih belum optimal yang dapat dilihat dari peningkatan volume barang domestik yang melalui pelabuhan-pelabuhan di Indonesia yang rendah. Rata-rata pertumbuhan volume kargo domestik yang dimuat di lima pelabuhan utama Indonesia (Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Balikpapan, dan Makassar), misalnya, dalam lima tahun terakhir tersebut hanya sebesar 3,49% per tahun. Bahkan, volume kargo domestik yang dibongkar turun rata-rata sebesar 0,43% per tahun. Peningkatan volume yang signifikan hanya terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok, yaitu peningkatan kargo domestik yang dimuat sebesar 12,56% per tahun dalam periode tersebut.
Pada tahun 2013, jumlah kargo domestik yang dimuat di kelima pelabuhan utama tersebut sebesar 35,6 juta ton, sedangkan total volume barang yang dibongkar sebesar 43,8 juta ton.
Pertumbuhan arus barang melalui pelabuhan-pelabuhan yang rendah terutama disebabkan oleh kinerja pelabuhan-pelabuhan yang terkendala oleh kondisi infrastruktur. Kedalaman kolam beberapa pelabuhan di Indonesia, misalnya, hanya sekitar 6 meter, sehingga kapal berukuran besar (yang bisa mengangkut barang secara lebih efisien) tidak bisa berlabuh di pelabuhan tersebut. Sebagai perbandingan, pelabuhan-pelabuhan di Singapura dan Malaysia memiliki kedalaman kolam lebih dari 16 meter.
Selain itu, dermaga pelabuhan relatif pendek. Kendala lainnya adalah fasilitas kepelabuhanan, terutama jumlah dan kapasitas peralatan bongkar muat yang secara teknis sudah tidak memadai.
Kondisi infrastruktur pelabuhan-pelabuhan di Indonesia tergambar dari The Global Competitiveness Index 2013-2014 yang dikeluarkan oleh World Economic Forum. Pada laporan tersebut, infrastruktur pelabuhan Indonesia pada peringkat ke-89 dari 148 negara. Sebagai perbandingan, Malaysia peringkat ke-24 dan Thailand ke-56.
Revitalisasi kepelabuhanan mutlak diperlukan dalam meningkatkan kinerja kepelabuhanan. Selain terhadap ketiga infrastruktur tersebut, perbaikan dan pengembangan infrastruktur juga harus dilakukan terhadap lapangan penumpukan dan jalan akses pelabuhan.
Di sisi lain, perlu dilakukan peningkatan manajemen, operasional, dan standardisasi kepelabuhanan, termasuk profesionalisme tenaga kerja bongkar muat. Partisipasi swasta dalam sektor kepelabuhanan sesuai dengan UU Pelayaran tahun 2008 sangat diperlukan dalam menciptakan persaingan yang sehat untuk efisiensi logistik nasional.
Revitalisasi kepelabuhanan disesuaikan dengan konsep sistem transportasi laut yang akan digunakan. Sampai saat ini masih berkembang dua konsep utama sistem transportasi laut. Pertama, konsep Logistik Maritim yang tercantum dalam Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Sislognas). Kedua, konsep Pendulum Nusantara yang secara prinsip sama dengan konsep Tol Laut.
Kedua konsep tersebut perlu dikaji dari berbagai aspek secara komprehensif, terutama dari aspek kelayakan investasi, teknis, dan operasional, maupun dampaknya terhadap efisiensi logistik nasional. Berdasarkan konsep yang dipilih, Pemerintah selanjutnya melakukan evaluasi dan pengembangan rencana induk pelabuhan, baik secara nasional maupun pada masing-masing pelabuhan.