Oleh: Setijadi | Chairman at Supply Chain Indonesia
Pemerintah akan menaikkan harga BBM sebelum 1 Januari 2015 untuk mengurangi beban subsidi. Kenaikan harga BBM ini akan berdampak terhadap biaya operasional sektor transportasi.
Supply Chain Indonesia (SCI) telah melakukan analisis dampak kenaikan harga BBM, khususnya solar, terhadap biaya “operasional” transportasi. Analisis dilakukan terhadap armada Golongan III pada rute Jakarta-Surabaya. Analisis perhitungan tersebut sudah memasukkan biaya-biaya supir, maintenance, depresiasi armada, asuransi, serta administrasi dan manajemen. Analisis dilakukan dengan menganggap kenaikan hanya terjadi untuk harga BBM, sedangkan biaya-biaya lainnya tersebut tetap.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM solar dari Rp 5.500 (per liter) menjadi Rp 6.500 akan menaikkan biaya operasional sekitar 4%; kenaikan menjadi Rp 7.500 akan menaikkan biaya operasional sekitar 8%-9%; dan kenaikan menjadi Rp 8.500 akan menaikkan biaya operasional sekitar 12%-13%.
Pada kenyataannya, kenaikan BBM akan berdampak terhadap kenaikan beberapa biaya dan harga lainnya. Perusahaan transportasi (trucking) akan memperhitungkan kenaikan beberapa biaya dan harga tersebut, serta kenaikan tarif tol, biaya penyeberangan, dan lain-lain. Diperkirakan, apabila harga solar naik menjadi Rp 8.500, perusahaan transportasi akan menaikkan biaya transportasi yang dibebankan kepada penggunanya sekitar 20%-25%.
Di lain sisi, sektor transportasi Indonesia menghadapi beberapa permasalahan, antara lain:
- Kondisi infrastruktur dan fasilitas pelayanan logistik yang tidak memadai yang berdampak terhadap waktu transportasi dan produktivitas armada. Sebagai contoh, produktivitas armada antara Cikarang – Pelabuhan Tanjung Priok saat ini sangat rendah, terutama karena kemacetan dan antrean. Armada hanya bisa mencapai 14-20 trip/bulan, jadi kurang dari 1 trip/hari. Dengan jarak Cikarang – Pelabuhan Tanjung Priok hanya sekitar 40 km, seharusnya produktivitas armada bisa 2-3 trip/hari.
- Kondisi sarana transportasi, terutama truk. Sebagian besar truk yang beroperasi saat ini memang berumur tua, sehingga produktivitasnya rendah dan biaya pemeliharaan (maintenance) tinggi. Diperlukan biaya peremajaan yang tinggi. Sebagai contoh, jumlah truk yang beroperasi di Pelabuhan Tanjung Priok dan berumur lebih dari 10 tahun sekitar 12.000 armada. Dengan kebutuhan dana peremajaan truk sebesar Rp 1 milyar/unit, maka untuk jumlah tersebut diperlukan dana peremajaan sebesar Rp 12 triliun.
- Ekonomi biaya tinggi, terutama karena berbagai pungutan, baik resmi maupun tidak resmi. Pungutan bisa terjadi dalam proses birokrasi maupun di lapangan.
SCI merekomendasikan beberapa kebijakan berkaitan dengan kenaikan harga BBM sebagai berikut:
- Pengalihan subsidi BBM untuk pengembangan infrastruktur. Diperlukan peningkatan nilai investasi infrastruktur di Indonesia yang saat ini sekitar 5% menjadi 7,5%-10% dari PDB. Dengan nilai tersebut, Indonesia baru akan dapat mulai menyamai investasi infrastruktur di India (sekitar 7,5% PDB) dan di China (sekitar 10% PDB).
- Pengalihan subsidi BBM dalam bentuk insentif, misalnya untuk peremajaan armada truk dengan bunga rendah agar sektor transportasi Indonesia lebih kompetitif. Sampai saat ini, truk dianggap barang komersial (bukan investasi), sehingga dikenai bunga tinggi.
- Perbaikan proses dan fasilitas infrastruktur pelayanan logistik, misalnya di pelabuhan dan penyeberangan, untuk mempercepat arus barang dan armada.
- Penegakan hukum untuk memangkas ekonomi biaya tinggi dalam transportasi barang. Pemerintah sebaiknya membuka suatu layanan pengaduan (hot line center) mengingat berbagai pungutan tersebut cukup marak.
Pak Denny & Bu Joyce, mohon maaf, saya terlambat membalas…
Berikut breakdown komponen biaya untuk truk wingbox rute Jakarta-Surabaya
– Fuel = 32%
– Manpower = 10%
– Maintenance = 12%
– Adm & Mgt Fee = 24%
– Insurance = 3%
– Depreciation = 19%
Semoga bermanfaat